Menghidupkan Nilai-nilai Psikososial Ramadhan
Saturday, 3 August 2013
0
comments
Romadhon sebentar lagi berlalu. Setidaknya, masih harus ada
guratan-guratan nadi keikhlasan untuk tetap stand by mengisi dan
mengarungi bulan penuh berkah ini dengan berbagai amalan sunnah, sebagai
penyempurna ibadah wajib tentunya. Karena telah lazim diketahui, bahwa akan
sia-sia orang yang berada di bulan Romadhon, namun sama sekali tidak mendapat
keberkahannya. Na’udzubillah...!
Sungguh
bukan hal yang asing lagi, bahwa Romadhon sejatinya menyimpan banyak hikmah dan
pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa, dan peka. Dalam satu bulan Romadhon,
kita ditempa untuk mampu menahan serta mengendalikan nafsu. Dan bukan hanya
sekedar menahan rasa lapar serta haus semata. Romadhan merupakan media latihan
bagi seorang muslim agar mampu mendekatkan diri kepada Allah, sekaligus berbuat
ma’ruf terhadap semua makhlukNya. Romadhon merupakan bulan yang mulia,
bulan penuh berkah, dimana semua amal dilipatgandakan, setan dibelenggu, pintu
neraka ditutup, dan terbuka pintu surga. Begitu banyak kesempatan yang tersedia
di bulan Romadhan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Banyak tersebar waktu
untuk mendulang pahala di bulan ini. Sungguh, Romadhan merupakan bulan bagi
umat Nabi Muhammad. Betapa tidak, setiap umat Muhammad yang beribadah sunnah di
bulan ini nilainya sama dengan mengerjakan ibadah wajib. Siapa yang berbuat
kebajikan, pahalanya pun berlipat.
Namun
selain sarana untuk mendulang pahala secara pribadi, sejatinya ada nilai-nilai
sosial yang tersirat dalam Romadhon. Disadari atau tidak, pada bulan Romadhon
ini senyatanya Allah bermaksud melatih semua hambaNya untuk lebih peka terhadap
kondisi sosial sekitar. Sungguh, Romadhan bukan saja mengatur dan menuntut
intensitas hubungan seorang hamba terhadap Sang Penciptanya. Namun lebih dari
itu, Romadhon juga ikut membidani lahirnya rasa kepekaan sosial seorang hamba.
Selain memuat makna pembentukan jiwa dan psikologi, Romadhon juga sarat akan
nilai-nilai sosial.
Kesalehan pribadi—Kesalehan
sosial
Sejatinya,
bulan Romadhan merupakan media pendidikan bagi setiap muslim, baik dalam hal pertalian
hubungan dengan Tuhannya (hablu min Allah), maupun interaksi dengan
semua makhlukNya (hablu minannas). Melalui Romadhan, kita dididik untuk
mendekatkan diri –sedekat-dekatnya— dengan Allah, yang kemudian hal itu
berimbas pada bagaimana sikap kita terhadap sesama, bagaimana kita berfungsi
sebagai khalifah (wakil) Allah di bumi.
Melalui
Romadhan ini pun kita belajar mengendalikan hawa nafsu. Kita belajar untuk
jujur, amanah, sabar, berjiwa sosial. Ada banyak rangkaian ibadah pada bulan
Romadhon yang senyatanya mendidik kita untuk tidak hanya menjadi sholih secara
pribadi, tetapi juga sholih dalam bersosial. Mulai dari ibadah yang wajib
berupa puasa, zakat; maupun ibadah sunnah yang diantaranya tarawih, tadarus,
i’tikaf, shodaqoh dan lain-lain. Serangkaian ibadah tersebut tidak hanya membawa
pada kesholihan sebagai seorang hamba, melainkan juga dalam perilaku sosial
sebagai warga masyarakat.
Puasa
Romadhon sejatinya memiliki nilai-nilai sosial, diantaranya melahirkan rasa
persamaan antar kaum muslimin, bahwa mereka adalah umat yang sama; makan
diwaktu yang sama, dan puasa di waktu yang sama pula. Ibadah puasa menekankan
sikap kesetiakawanan sosial dan solidaritas yang tinggi terhadap sesama,
sebagai perwujudan tingkat takwa yang diliputi ketulusan dan keikhlasan. Puasa
bisa melahirkan ketakwaan pada Allah, yang pada akhirnya ketakwaan tersebut
mampu memperkuat hubungan antar individu masyarakat.
Orang
yang berpuasa berarti telah melakukan pengawasan pribadi dengan menjauhi makan,
minum, kesenangan badaniah, nafsu syahwat dan hal-hal terlarang lainnya dengan
penuh kesabaran dan kedisiplinan. Oleh karena itulah, puasa yang dilakukan
dengan penuh ketulusan untuk mendapat ridho Allah, akan mampu menjadikan
pelakunya berjiwa sabar, jujur, amanah sekaligus disiplin, dan teguh pendirian.
Pada
dasarnya puasa berfungsi sebagai pengendali dan/atau pengontrol hawa nafsu,
agar tidak semena-mena melampiaskannya. Dengan puasa, seseorang harus mampu
menaklukkan hawa nafsunya, sehingga nafsu tersebut dapat diarahkan pada hal-hal
yang positif.
Tidak
hanya terhenti pada puasa, masih banyak ibadah dan amaliah lain di bulan Romadhan,
yang bukan sekedar membangun keintiman makhluk dengan Sang Kholik, melainkan
juga melatih untuk peka terhadap kondisi sosial-masyarakat. Romadhon memiliki
amaliah zakat, infaq dan shodaqoh, yang sejatinya berfungsi untuk mengasah
kedermawanan serta mempererat silaturohim. Ada pula tarawih dan tadarus yang
menyimpan nilai-nilai sosial kebersamaan dan persatuan. Melalui tarawih
berjamaah, setidaknya kita dilatih untuk mempererat kebersamaan dan persatuan.
Melalui tadarus, kita diajarkan untuk belajar bersama, saling menasihati dan
mengingatkan jika ada kesalahan. Pun demikian dengan i’tikaf. Ibadah sunnah ini
sejatinya memiliki nilai psikologi –kehambaan— seorang makhluk, rasa kerendahan
diri-kerendahan hati (tawadhu’) seorang hamba dihadapan Tuhannya, yang kemudian
terefleksikan pada rasa kerendahan hati (tawadhu’) dihadapan masyarakat
dan sesamanya.
Intinya,
dalam Romadhan tersirat upaya pelatihan untuk mengatur kondisi diri, dalam kaitannya
dengan interaksi sosial. Seperti yang dikemukakan Albert Bandura. Psikolog yang
mulanya kental dengan aliran behaviorisme ini mengutarakan bahwa, kondisi
lingkungan seseorang sangat berpengaruh pada pola pikir dan pola belajar
sosialnya. Dengan demikian, perilaku kita berkaitan dengan kondisi sosial
sekitar. Sedangkan psikolog lainnya; Erik Erikson, meyakini bahwa kemampuan
mengendalikan diri, sikap, dan perbuatan dapat membantu perkembangan pribadi
menjadi positif. Dalam Islam, kemampuan mengendalikan diri dan sikap itu
senyatanya telah diupayakan, salah satunya melalui Romadhan.
Demikianlah
keutamaan Romadhon, yang tidak hanya menuntut kesalehan pribadi, namun juga
kesalehan sosial. Dan, yang terpenting kemudian adalah bagaimana nilai-nilai
yang tersirat dalam Ramadhan itu terinternalisasi dalam kehidupan. Sehingga
wajar jika mempertanyakan; sejauh mana kita mampu merefleksikan nilai kesalehan
sosial yang tersirat dalam Romadhon (baik berupa keinginan berbagi, peduli, memahami,
menghargai dan lain-lain) dalam laku hidup kita sehari-hari, minimal pada
sebelas bulan setelah Romadhon??? Wallahu’alam...
*****
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Menghidupkan Nilai-nilai Psikososial Ramadhan
Ditulis oleh Lautan Hati Oela
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://ulashoim.blogspot.com/2013/08/menghidupkan-nilai-nilai-psikososial.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Lautan Hati Oela
Rating Blog 5 dari 5
0 comments:
Post a Comment