selamat berkunjung di lautan hati,
tempat berbagi, menyelami, memberi
...
just have fun.



Asbabun Nuzul Surah Al Kahfi (Telaah QS Al Kahfi:60-82)

Posted by Lautan Hati Oela Thursday, 20 June 2013 2 comments

Asbabun nuzul adalah sebab-sebab turunnya ayat. Seperti yang telah diketahui, bahwa setiap ayat Al qur’an yang Allah turunkan pasti memiliki maksud dan tujuan, serta bagaimana sebab musabab kejadian turunnya ayat tersebut. Secara definitif, asbabun nuzul diartikan dengan latar belakang historis turunnya Al qur’an.

Mempelajari kandungan Al qur’an akan menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan, memperluas wawasan dan pandangan, menemukan perspektif baru serta menemukan hal-hal baru. Lebih dari itu, mempelajari kandungan Al qur’an akan membawa pada pemahaman tentang keunikan Al qur’an dan sekaligus mampu menambah keyakinan akan kebenarannya. Banyak materi pembahasan terkait upaya memahami kandungan Al qur’an, salah satunya adalah asbabun nuzul.

Menurut Ibnu Taimiyah, mengetahui asbabun nuzul suatu ayat Al qur’an dapat membantu kita memahami pesan-pesan yang terkandung dalam ayat tersebut.

Dalam tafsir Jalalain disebutkan bahwa, asbabun nuzul surah al kahfi adalah pengujian kenabian Muhammad oleh orang Yahudi. Nabi Muhammad dites kenabiannya dengan tiga perkara.

Tiga perkara yang ditanyakan kepada Nabi Muhammad antara lain tentang para pemuda (ashabul kahfi) di masa silam yang pergi mengasingkan diri dari kaumnya; tentang seorang laki-laki yang menjelajah Minangkori hingga sampai ke ujung timur dan ujung barat; dan tentang masalah roh. Jika Nabi Muhammad SAW mampu menjelaskan tentang ketiga hal tersebut, maka ia benar-benar diakui sebagai nabi. Sebaliknya, jika tidak mampu menjelaskan maka ia bukan seorang Nabi.

Menurut Ibn Katsir, asbabun nuzul surah al kahfi adalah kaum Quraiys ingin mempertanyakan tentang Nabi Muhammad kepada pendeta Yahudi. Dan pendeta Yahudi itu pun menyuruh utusan Kaum Quraiys untuk menanyakan tiga hal kepada Nabi. Jika Muhammad mampu menjawab ketiga hal itu maka ia benar-benar Nabi yang diutus, tapi jika tidak maka dia hanya orang yang mengada-ada saja. Ketiga hal itu meliputi: tentang sekelompok pemuda yang pergi pada masa terdahulu, tentang seorang laki-laki penjelajah sehingga mencapai belahan bumi sebelah timur dan barat, serta tentang ruh dan penjelasannya.

Setelah ketiga hal itu ditanyakan kepada Nabi, beliau menjanjikan akan menjawabnya esok hari. Namun sampai lima belas malam, Nabi belum mendapat wahyu lagi dari Allah SWT. Kaum Quraiys pun menunggu dan keadaan itu sempat menjadikan geger kota Mekkah. Nabi sangat sedih karena sampai saat itu Jibril tidak lagi datang menyampaikan wahyu Allah SWT. Kesedihan Nabi bertambah ketika mendengar gunjingan para penduduk Mekkah. Akhirnya, datanglah Jibril membawa surah Al Kahfi dari sisi Allah Azza wa Jalla. Surah itu mengandung teguran kepada Nabi karena kesedihannya terhadap kaum Quraisy dan jawaban atas persoalan pemuda, seorang penjelajah dan firman Allah ta’ala tentang ruh, yang ditanyakan kaum Quraiys.

Demikian merupakan asbabun nuzul surah Al Kahfi secara global atau umum. Sedangkan khusus untuk surah Al Kahfi:60-82, para ulama’ juga telah memiliki pandangan tentang asbabun nuzulnya.

Surah Al Kahfi:60-82 turun disebabkan rasa kebanggaan berlebihan atau kesombongan Nabi Musa. Suatu waktu, usai berkhotbah di depan umatnya, tiba-tiba Nabi Musa ditanya oleh seorang pemuda tentang orang yang paling pandai di muka bumi. Sontak Nabi Musa menjawab bahwa, dirinyalah satu-satunya orang yang paling pandai di bumi.

Mengetahui hal itu, Allah SWT menegur Nabi Musa dengan memberitahukan bahwa ada manusia yang lebih pandai darinya. Nabi Musa tentu saja merasa penasaran dan sangat ingin menemui orang tersebut. Akhirnya Allah SWT pun memberi petunjuk agar Nabi Musa pergi ke sebuah tempat, tempat pertemuan antara dua lautan. Di tempat itu Nabi Musa akan menemukan orang yang lebih pandai darinya. Setelah bertemu dengan orang tersebut maka Nabi Musa harus menimba ilmu dari orang tersebut, hingga akhirnya kemudian terjadilah pertemuan keilmuan serta interaksi edukatif antara Nabi Musa dan orang yang lebih pandai darinya, orang sholeh, yakni Khidir.

Menurut suatu riwayat, suatu saat Nabi Musa A.S –ketika baru saja menerima kitab dan berkata-kata dengan Allah— bertanya kepada Tuhannya; “Siapakah kira-kira yang paling utama dan berilmu didunia ini selain aku?.” Maka dijawab: “Ada, yaitu hamba Allah yang berdiam di pinggir lautan, namanya Khidir”.

Di dalam hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim, dari Abi bin Ka’ab ra. telah mendengar Rosulullah bersabda: Ketika suatu saat Nabi Musa berdiri berkhotbah di hadapan kaumnya, Bani Isra’il, salah seorang bertanya: “Siapa orang yang paling tinggi ilmunya”, Nabi Musa as. menjawab: “Saya”. Kemudian Allah menegur Musa dan berfirman kepadanya, supaya Musa tidak mengulangi statemannya itu; “Aku mempunyai seorang hamba yang tinggal di pertemuan antara dua samudra, adalah seorang yang lebih tinggi ilmunya daripada kamu”. Nabi Musa as berkata: “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa menemuinya”. Tuhannya berfirman: “Bawalah ikan sebagai bekal perjalanan, apabila di suatu tempat ikan itu hidup lagi, maka di situlah tempatnya. (Kalimat Hadits dari Imam Bukhori).

Di dalam riwayat yang lain disebutkan, di saat Nabi Musa as. bermunajat kepada Tuhannya, beliau berkata: “Ya Tuhanku, sekiranya ada di antara hambaMu yang ilmunya lebih tinggi dari ilmuku maka tunjukkanlah padaku”. Tuhannya berkata: “Yang lebih tinggi ilmunya dari kamu adalah Khidhir”, Nabi Musa as. bertanya lagi: “Kemana saya harus mencarinya?”, Tuhannya menjawab: “Di pantai dekat batu besar”, Musa as. bertanya lagi : “Ya Tuhanku, aku harus berbuat apa agar aku dapat menemuinya ?”, maka dijawab: “Bawalah ikan untuk perbekalan di dalam keranjang, apabila di suatu tempat, ikan itu hidup lagi, berarti Khidir itu berada disana”.

Berdasarkan apa yang disebutkan Ibn Abbas RA, yang diriwayatkan dari Ubay Ibn Ka’ab. Beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya pada suatu hari, Nabi Musa berdiri di khalayak Bani Israil, lalu beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” jawab Nabi Musa, “Aku”, ketika ditanya, “Adakah orang yang lebih berilmu dari anda?”. Nabi Musa menjawab, “Tidak ada.” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya, di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu dari kamu.” Lantas, Nabi Musa pun bertanya, “Ya, Allah dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan dalam keranjang. Sekiranya ikan itu hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.”

Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang sholih itu. Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu darinya. Nabi Musa kemudian bermaksud menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan dalam wadah dan berangkat bersama dengan muridnya, Yusya’ bin Nun.

*******

BACAAN LANJUTAN:

Dahlan, HAA. (editor). 2000. Asbabun Nuzul. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.

Bakar, Bahrun Abu (terjemah). 2001. Terjemahan Tafsir Jalalain: Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Ar rifa’i, Muhammad Nasib (cet. ke-5). 2003. Kemudahan dari Allah: Ringkasan tafsir Ibn Katsir. Jakarta: Gema Insani Press.

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Asbabun Nuzul Surah Al Kahfi (Telaah QS Al Kahfi:60-82)
Ditulis oleh Lautan Hati Oela
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://ulashoim.blogspot.com/2013/06/asbabun-nuzul-surah-al-kahfi-telaah-qs.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

2 comments:

Lautan Hati Oela said...

sama sama. Dan, blog asbabunnuzul Anda lebih bagus lebih keren :)

Unknown said...

jazakallah.... izin mempelajarinya

Post a Comment

Cara Buat Email Di Google | Copyright of Lautan Hati Oela.