selamat berkunjung di lautan hati,
tempat berbagi, menyelami, memberi
...
just have fun.



KUPINANG KAU DIHARI YANG FITRI

Posted by Lautan Hati Oela Wednesday 15 August 2012 0 comments

 Model cincinSetiap orang mukmin pasti bergetar hatinya ketika gemuruh takbir berkumandang di hari kemenangan. Bagi umat Islam, Idul Fitri adalah hari yang sangat dinanti. Setelah sebulan berperang melawan hawa nafsu dan ego pribadi.

Bagiku, Idul fitri begitu banyak menyimpan kesan. Tak hanya hari kemenangan atau penyucian, tetapi juga sebuah kenangan tak terlupakan. Betapa tidak, Tuhan yang begitu bijak, telah menganugerahiku sebuah cinta di hari yang fitri. Tetapi Tuhan yang masih begitu bijak, telah mengambil cinta itu, pun di hari yang fitri. Hingga pada Idul Fitri kali ini, aku masih setia dan merasa nyaman berlama-lama di Taman Pemakaman Umum yang letaknya hanya kurang lebih lima ratus meter dari rumahku.

“Sudahlah, Nak. Pulanglah dulu, kakak dan adik-adikmu telah menunggu!”

“Nanti dulu Bu, aku masih ingin menemani suamiku. Lagi pula aku sudah bersalaman dan meminta maaf sama kakak dan adik-adik tadi”.

“Tapi sudah dua jam kamu di sini Mirna. Pulanglah, semua mengkhawatirkanmu!” ujar Ibu lembut.

“Ibu pulang saja dulu, sebentar lagi aku juga menyusul!” ucapku dengan menahan air mata.

“Baiklah Mirna, kami semua menunggumu di rumah”, tutur Ibu sebelum pergi dan membiarkan aku tetap duduk di makam suamiku.

Setahun yang lalu, tepat di hari Idul fitri, suamiku meninggal. Kondisinya saat itu sangat sehat. Bahkan kami masih sempat berkeliling ke rumah tetangga dan saudara dekat. Tapi setelah sholat Ashar, saat aku dan suamiku berniat bersilaturrohim ke rumah adik bungsuku di kampung sebelah, tiba-tiba suamiku merasa sangat lemah. Ia merebahkan diri di kamar dan menunda kepergian kami. Aku yang saat itu tengah bersiap-siap, akhirnya menuruti kata suamiku untuk menunda niat kami bersilaturrohim ke tempat adikku. Saat itu tiba-tiba suamiku menanggalkan pakaiannya dan memintaku menyelimutinya dengan selimut pemberian ibu mertuaku.

Selimut itu sudah lama tak pernah kami pakai. Bahkan untuk mengeluarkannya dari almari pun, suamiku melarangnya. Entah kenapa tiba-tiba saat itu suamiku sangat ingin aku menyelimutinya dengan selimut itu. Setelah sekian lama ia menyuruhku untuk menyimpan selimut hangat berwarna biru itu dengan rapi di almari.

“Aku sangat ingin merasakan hangatnya selimut dari ibu” tutur suamiku setengah berbisik. Tanpa banyak tanya lagi, aku pun segera menuruti keinginannya.

Disela-sela kupasangkan selimut itu, tiba-tiba suamiku tersenyum penuh haru. Ia menatapku pilu, serasa ada kata yang ingin ia ucapkan. Wajahnya terlihat begitu damai, jernih dan sayu. Ia tak pernah berhenti menatapku dalam-dalam, bahkan tak mau kutinggal meski sebentar. Dipegangnya jemariku erat-erat, hingga tak kuasa aku melepaskannya. Kulihat senyum manis tersungging di bibirnya. Persis seperti senyumannya saat kali pertama kami berjumpa.

“Maafkan aku Mirna, aku tak pernah bisa membuatmu bahagia. Aku tak bisa membelikanmu gaun yang indah, rumah yang megah, perhiasan yang mewah menawan” ucap suamiku lirih seraya meneteskan air mata. Tak pernah kulihat ia menangis penuh rasa sesal seperti sekarang.

“Aku sudah sangat bahagia hidup denganmu selama ini Mas!” jawabku dengan tulus.

“Kau masih sangat cantik Mirna, jaga diri baik-baik sayang!” ujarnya lembut. Aku tersentak mendengar ucapannya itu. Kalimat itu terasa begitu aneh bagiku.

Kugenggam erat tangan suamiku. Jemarinya begitu dingin. Kupegang keningnya, pipinya, telinganya, kakinya, semuanya dingin, sangat dingin. Wajahnya pucat pasi dan tiba-tiba tubuhnya menggigil. Tangannya menggenggam jemariku erat, dan semakin erat. Suamiku terlihat kesulitan bernafas, ia kejang-kejang hingga aku tak tega melihatnya. Kucoba menawarinya minum, tapi tak ada reaksi. Ia tetap menggenggam jemariku erat, sementara nafasnya semakin terlihat sulit. Ia semakin kejang.

Aku panik melihat suamiku menggelepar kejang. Aku tak mampu berbuat apapun, kecuali memegangnya erat-erat. Dengan nafas yang tersengal-sengal, ia berbisik, “Aku mencintaimu Mirna”. Badannya semakin dingin dan sesaat kemudian ia mengucap kalimat takbir, “Allahu Akbar”, sebelum ia menghembuskan nafas terakhir dan menutup matanya. Aku tak kuasa menahan tangis. Kucoba membangunkannya berkali-kali. “Mas Lutfi!!” teriakku pilu. Tapi ia tak bereaksi.

Jasad suamiku terbujur kaku. Seketika itu tubuhku lemas dan lunglai. Angin seakan berhenti bertiup. Suasana rumahku lengang meski banyak orang yang datang, ikut belasungkawa. Aku tak menghiraukan lagi siapa yang datang. Aku hanya tersungkur di sebelah jasad Mas Lutfi. Ranjang kami basah oleh air mataku yang tak bisa berhenti mengalir. Dinding kamar yang berwarna putih kusam itu pun serasa ikut tertunduk sedih. Sepoi angin yang biasanya masuk melalui jendela kecil di sudut kamar, saat itu seakan tertahan, enggan berhembus. Hatiku begitu sakit dan pilu. Rasanya aku tak mampu lagi menjalani kehidupanku.

“Kamu harus kuat, Nak. Ibu selalu ada di sampingmu, bersamamu” ucap ibu lirih seraya memelukku erat. Sepertinya ibu memahami apa yang kurasa, karena ibu juga sudah mengalami sakitnya ditinggal ayah. Tapi aku tahu, ibu sangat tak tega padaku, karena usia pernikahanku saat itu sangat singkat. Begitu cepat suamiku pergi menghadap Tuhan. Idul Fitri menjadi hari kesedihanku, kerapuhanku, hari berkabung ku. Suamiku dipanggil Tuhan saat usia pernikahan kami masih sangat dini.

Dua tahun sebelumnya, Idul Fitri adalah hari bahagia bagiku. Di hari yang suci itu, laki-laki yang begitu sholih, taat ibadah dan mapan secara materi telah meminangku. Perkenalan kami sangat singkat memang, tapi entah kenapa aku begitu yakin bahwa ia mampu menjadi imamku kelak.

Zainal Lutfi, pria yang kukenal lewat acara peringatan Nishfu Sya’ban di masjid itu telah memikat hatiku. Dia pria yang sederhana, wajahnya manis dan penuh kedamaian. Kulitnya sawo matang, tak begitu tinggi juga tak terlalu kurus. Hatinya sangat baik dan bijaksana. Ia sangat menghormati wanita, meskipun banyak para wanita yang menggodanya lantaran kemapanannya dalam finansial. Ia satu-satunya pemuda di kampung kami yang berhasil memiliki usaha tekstil dengan jumlah karyawan yang cukup banyak. Orang tuanya pengasuh salah satu pondok pesantren yang letaknya tidak jauh dari rumahku. Sosok pria yang menjadi pujaan dan impian wanita.

Dua bulan kami bersahabat, aku pun tak mampu menepis kekagumanku padanya. Tiba-tiba tanpa kuduga sebelumnya, ia meminangku tepat ba’da Ashar di Idul Fitri. Mas Lutfi, begitu panggilan akrabku padanya, menungguku di beranda masjid selepas jamaah sholat Ashar. Wajahnya begitu syahdu penuh damai, senyumnya sangat manis. Dadaku berdebar kencang setiap kali aku melihat senyum manisnya.

“Mohon maaf lahir batin, Mirna. Taqobbal Allah minna waminkum!”

“Amin. Mohon maaf lahir dan batin juga, Mas Lutfi!”

“Aku ingin lebih memaknai Idul Fitri ini, Mirna. Aku akan membuat Idul Fitri ini semakin fitri, dengan meminta kesediaanmu menemani perjalanan hidupku. Bersedialah jadi teman hidupku, teman sejatiku menggapai Idul Fitri-Idul Fitri yang berikutnya. Kalau kau bersedia, nanti malam orang tuaku akan ke rumahmu. Menikahlah denganku. Dengan penuh harap, di hari yang fitri ini, kupinang kau Mirna” ucapnya mantap. Aku terharu, bahagia dan tak dapat berkata-kata. Sepertinya aku satu-satunya wanita yang paling bahagia di hari yang fitri. Tuhan memberiku cinta, seorang pria yang ku damba.

“Jangan terlalu lama di makam ini, Mirna! Di rumahmu banyak orang yang bersilaturrohim!”. Aku terkejut mendengar suara itu. Suara lembut ibu mertuaku.

“Aku tak tahu lagi harus seperti apa memaknai Idul Fitri ini, Bu! Tuhan menganugerahiku cinta di hari yang fitri. Tuhan mengirimku Mas Lutfi di hari yang fitri, tapi Tuhan juga telah mengambil cintaku di hari yang fitri!” ratapku pilu.

*************

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: KUPINANG KAU DIHARI YANG FITRI
Ditulis oleh Lautan Hati Oela
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ulashoim.blogspot.com/2012/08/kupinang-kau-dihari-yang-fitri.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 comments:

Post a Comment

Cara Buat Email Di Google | Copyright of Lautan Hati Oela.