selamat berkunjung di lautan hati,
tempat berbagi, menyelami, memberi
...
just have fun.



BUKU HARIAN PEREMPUAN

Posted by Lautan Hati Oela Thursday, 3 May 2012 0 comments

 

vh7yomawSetelah melewati perdebatan panjang, akhirnya Tarjo menyetujui permintaan Nilam, istrinya. Nilam memaksa untuk menceritakan perjalanan hidupnya kepada para wartawan dengan sejujurnya. Sebagai artis yang sedang naik daun, Nilam mendapat permintaan dari wartawan TV swasta untuk wawancara eksklusif. Mereka ingin Nilam menceritakan perjalanan hidup dan kariernya.

Nilam memenuhi permintaan wartawan TV itu. Mereka datang pagi-pagi benar ke rumah Nilam. Mereka pun mulai wawancara eksklusif dan Nilam segera menceritakan kisah suksesnya.

“Hidup ini penuh liku dan rahasia. Begitu pula dalam hidup saya. Jalan hidup saya berliku. Sedih, sakit, luka, tangis dan tawa seperti tak ada beda.

Alhamdulillah, saat ini saya bisa merasakan sebuah kesuksesan yang nyata, yang tak pernah saya duga. Kesuksesan yang selama ini hanya jadi mimpi. Semua ini berawal dari buku harian saya, yang secara tak sengaja dibaca oleh Mas Hendra, sutradara dan novelis tenar itu.

Saya sangat berterima kasih pada Mas Hendra. Karena ia telah membawa saya pada posisi sekarang ini. Dia yang berinisiatif untuk menuliskan kisah yang ada dalam buku harian saya menjadi novelnya. Dan atas izin saya, akhirnya novel yang bersumber dari buku harian saya itu pun disulap menjadi sebuah sinetron. Sehingga saya bisa jadi artis, memerankan sinetron itu.

Mas Hendra bukan hanya membuat saya menjadi artis terkenal. Lebih dari itu, Mas Hendra telah menyelamatkan saya dari kasus KDRT yang saya alami. Melalui Mas Hendra dan novelnya itu, akhirnya saya dan suami menjadi keluarga yang harmonis lagi. Sungguh, rasa terima kasih saya tak terhingga pada Mas Hendra.

Sebelum menjadi seperti sekarang ini, saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Saya menikah dengan suami saya cukup lama. Mulanya, kami begitu bahagia meskipun dengan hidup yang sederhana. Suami saya buruh pabrik dan saya tak bekerja. Sehari-hari kami mengandalkan penghasilan dari suami saya saja.

Setelah tujuh tahun usia pernikahan kami, saya merasakan ada yang berbeda. Cobaan telah melanda saya dan suami. Rupanya, Tuhan benar-benar menguji dan ingin tahu, seberapa kuat cinta kami. Suami saya di PHK dari pabrik. Otomatis, hal itu sangat berpengaruh pada kehidupan rumah tangga kami.

Selepas dikeluarkan dari pabrik, suami saya tak lagi bisa mendapatkan pekerjaan. Kami hidup dari sisa tabungan yang ada. Belum lagi untuk biaya sekolah anak kami. Saat itu anak kami mau masuk bangku sekolah dasar. Kami masih mengandalkan uang tabungan.

Semakin hari, kami semakin terpuruk. Uang tabungan pun semakin menipis. Sementara suami saya tak kunjung mendapat kerja. Keadaan itulah yang akhirnya membuat suami saya berubah. Ia tak lagi lembut dan pengertian seperti awal saya mengenalnya. Suami saya jadi temperamen, keras dan kasar. Ia bahkan sering membentak saya, memukul serta mencaci saya.

“Sabar, sabar, itu saja yang bisa kau ucapkan. Kamu pikir kita bisa dapat uang untuk makan, hanya dengan bersabar?”, ucapan suami saya yang paling saya ingat. Karena memang saya kerap mengingatkannya untuk selalu bersabar.

“Dalam keadaan ini memang kita harus sabar, Mas. Kita minta bantuan dan petunjuk Tuhan dengan sabar dan sholat”, saya pun sering menjawabnya demikian.

“Aku sudah mengeluhkan semua ini pada Tuhan. Aku sudah berusaha sekuat tenagaku. Tapi kita masih saja seperti ini. Pertolongan Tuhan tak juga datang. Aku sudah letih”. Suami saya akhirnya tak bisa menahan amarahnya. Kalau sudah seperti itu, ia pun mencaci dan mengumpat saya. Dia selalu menyalahkan saya. Dia bilang saya istri yang tak berguna.

Saat itu saya merasa tidak kenal lagi dengan kepribadian dan karakter suami saya. Ia benar-benar berubah. Saya selalu saja salah di hadapannya. Kalaupun ada pekerjaan rumah yang belum saya selesaikan, ia selalu mencaci saya, memukul saya dan menampar saya. Bahkan pernah ia melemparkan sandal ke muka saya. Sehingga membekas di pipi saya.

Setahun suami saya menganggur. Setahun itu pula saya kerap mendapat perlakuan tidak baik dan tindak kekerasan darinya. Saya merasa tak kuat lagi. Tapi tak ada tempat bagi saya mengeluh dan berbagi. Saya selalu mengembalikan semua itu pada Tuhan. Saya selalu berdo’a agar suami saya tidak lagi berlaku kasar pada saya, agar dia kembali baik dan lembut seperti dulu, saat saya mengenalnya pertama kali.

Setiap saya mendapat perlakuan kasar dari suami, saya selalu mencoba tegar dan pasrah. Saya tak punya teman untuk sharing. Akhirnya, saya hanya bisa menumpahkan rasa kesal, kecewa, sakit dan tangis saya itu dalam buku harian.

Tiap kali saya dan suami bertengkar hebat, pasti berujung pada tindak kekerasannya pada saya. Paling sering, ia menampar saya. Setelah itu, ia segera pergi keluar meninggalkan rumah. Saat itu saya hanya bisa menangis. Saya pun berlari menuju halaman belakang rumah. Menuliskan semua kejadian yang saya alami, perasaan saya, setelah tindak kekerasan suami. Saya selalu menuliskan setiap kejadian seputar pertengkaran kami berdua secara detail, lengkap tanpa sisa.

“Bu, teman-teman di sekolah Bagus, pakaian seragam dan tasnya baru-baru. Cuma punya Bagus yang terlihat lusuh”, keluh anak saya suatu hari. Saat itu saya hanya mampu membelikan ia baju-baju dan tas bekas.

“Sabar ya Bagus! Besuk-besuk, kita beli baju dan tas baru buat kamu!” timpal saya mencoba meyakinkannya.

“Ibumu itu cuma bisa menyuruh sabar. Ayah sudah bosan dengan ocehannya agar kita terus sabar, sabar, sabar. Ayah sudah capek. Kalau kamu masih mau baju seragam baru, kamu tak usah sekolah saja sekalian!”, suami saya mulai marah. Saya hanya bisa terdiam. Berdo’a dalam hati, semoga Tuhan mengampuni kami dan segera mengangkat derajat hidup kami.

Suatu ketika, saya kehilangan buku harian saya. Setiap sudut rumah saya jelajahi. Halaman belakang rumah, tempat biasa saya menulis itu pun sudah berkali-kali saya telusuri. Tapi buku harian yang maha penting itu tak saya temukan.

Seingat saya, saya meninggalkan buku harian itu di belakang. Karena saat saya tengah menuliskan peristiwa pertengkaran saya dan suami, tiba-tiba suami saya teriak-teriak memanggil saya. Akhirnya saya panik, tergopoh-gopoh menghampirinya. Akibatnya, saya jadi lupa dengan buku harian saya.

Berulang kali saya menyisir halaman belakang rumah, tapi sia-sia. Padahal halaman belakang rumah saya bukan jalan umum. Halaman belakang rumah kami cuma berupa tanah sempit yang banyak ditumbuhi ilalang. Halaman belakang itu memang sempit tapi cukup asyik untuk menyendiri. Satu-satunya tempat yang paling saya sukai saat menulis di buku harian saya.

Dua minggu buku harian saya menghilang. Tiba-tiba ada seorang laki-laki datang ke rumah kami. Ia mengaku bernama Hendra. Selepas memperkenalkan dirinya, ia segera menunjukkan sebuah novel terbaru karyanya berjudul “Buku Harian Perempuan”.

Ia bercerita panjang lebar tentang asal usul novel itu. Ia terinspirasi dari buku harian saya. Ia pun mengembalikan buku harian saya yang tertinggal di halaman belakang rumah. Ia juga meminta maaf karena tidak sengaja menemukan buku harian itu dan menjadikannya sebagai ide penulisan novelnya.

Selain itu, ia juga meminta izin pada saya untuk membuat sinetron dari novel dan buku harian saya itu. Tak hanya itu, Mas Hendra meminta saya untuk jadi pemeran utama dalam sinetron itu. Sinetron yang berjudul sama dengan novel terbarunya, Buku Harian Perempuan.

Alhamdulillah, saya mampu memerankan tokoh utama dalam sinetron itu dengan baik. Akhirnya, kehidupan saya pun berubah. Saya banyak mendapat rizki halal dari sinetron. Suami saya pun menjadi sadar akan kesalahan-kesalahan dan kekurangannya selama setahun itu. Ia meminta maaf dengan tulus. Dan sampai sekarang, ia dengan sabar dan telaten menjadi manager saya. Alhamdulillah, Tuhan telah mengangkat derajat hidup kami. Tepat setelah kami cukup kuat melewati uji coba Nya.

Perjalanan hidup, berupa kebahagiaan dan keterpurukan itu pun yang mengajarkan banyak hal kepada saya. Dan saya ingin, semua perempuan di dunia ini juga dapat mengambil hikmahnya. Kepada semua perempuan, saya berpesan, jangan pernah menyerah dengan hidup. Kalaupun kita melihat suatu kemunkaran, dan kita tak mampu mengubahnya dengan tindakan atau ucapan kita, kita masih bisa mengubahnya dengan hati. Meskipun hati itu selemah-lemahnya iman. Semoga bermanfaat”.

Nilam mengakhiri penuturan kisah suksesnya secara eksklusif. Wartawan TV itu pun mengangguk penuh haru.

*************

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: BUKU HARIAN PEREMPUAN
Ditulis oleh Lautan Hati Oela
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ulashoim.blogspot.com/2012/05/buku-harian-perempuan.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 comments:

Post a Comment

Cara Buat Email Di Google | Copyright of Lautan Hati Oela.