selamat berkunjung di lautan hati,
tempat berbagi, menyelami, memberi
...
just have fun.



Menyoal Legalitas Anak di Luar Nikah*

Posted by Lautan Hati Oela Monday 19 March 2012 0 comments
 
Baru-baru ini muncul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang cukup menyentak. Keputusan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan resmi, kini mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologisnya, berikut juga dengan keluarga sang ayah. Keputusan MK yang merupakan keputusan atas uji materi (judicial review) pasal 43 ayat (1) Undang Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan itu senyatanya menuai pro-kontra di masyarakat. Satu sisi, beberapa pihak akan diuntungkan dengan lahirnya putusan MK ini. Namun di sisi lain, putusan ini tak pelak menimbulkan efek negatif pula. Perempuan yang telah terlanjur memiliki anak yang lahir di luar perkawinan, boleh berbangga dengan keputusan MK ini. Betapa tidak, keputusan MK yang dicetuskan pada 17 Pebruari ini dapat menjadi dasar pijakan sekaligus support bagi para perempuan dengan anak diluar nikah untuk mendapatkan hak-hak anaknya, mulai dari ekonomi, hak waris sampai pada akta lahir. Tapi disisi lain, keputusan MK ini secara tidak langsung akan memicu maraknya nikah sirri di kalangan masyarakat. Bukan tidak mungkin, nikah sirri, nikah kontrak atau mut’ah dan bahkan perselingkuhan akan semakin banyak muncul sebagai efek dari lahirnya keputusan ini.
Bagaimanapun, memandang dan menganalisa suatu hal memang tidak cukup hanya dengan satu jalan pemikiran. Pun demikian halnya dalam memandang keputusan MK No. 46/PUU-IX/2011 tentang hubungan perdata antara anak yang lahir di luar nikah dengan ayah biologisnya, yang terbit pada Jum’at 17 Pebruari 2012 ini. Setidaknya, melalui putusan itu MK telah berusaha menunjukkan keberpihakannya kepada anak, sekaligus membuktikan bahwa MK benar-benar concern pada perlindungan anak. Selama ini, hak anak yang lahir di luar nikah serasa dikebiri. Anak yang lahir di luar nikah hanya memiliki hak perdata dengan ibu dan keluarga ibu, tidak dengan ayah ataupun keluarga ayah. Melalui keputusan ini, maka anak yang lahir di luar perkawinan resmi akan mendapatkan haknya kembali seperti anak yang lahir normal. Bahwa keputusan MK ini akan dinilai melonggarkan hubungan di luar pernikahan, itu permasalahan lain —yang memang tak dapat terelakkan.
Dampak yang timbul dari putusan MK
Setiap segala sesuatu pasti akan ada efek positif dan negatifnya, tak terkecuali dengan keputusan MK yang satu ini. Dampak positif dari keputusan ini berujung pada diperolehnya hak anak yang memang suci tak berdosa. Setiap anak yang lahir adalah suci dan berhak atas penghidupan yang layak, tak peduli ia lahir dari hubungan nikah resmi atau diluar itu. Toh sejatinya, seorang anak tak dapat memilih, apakah ia mau dilahirkan dalam ikatan perkawinan sah atau diluar perkawinan. Oleh karenanya, semua anak harus hidup dengan pemenuhan segala haknya. Dalam kasus anak yang lahir di luar perkawinan resmi, penanggung jawab atas hak anak seharusnya bukan hanya melulu pada sang ibu, melainkan juga ayah biologisnya. Bagaimanapun, anak menjadi tanggung jawab orang tua (ayah dan ibu). Selama ini, banyak laki-laki yang lari dari tanggung jawab tersebut. Karena memang, berdasarkan Undang Undang No. 1 tahun 1974 , anak yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki hak perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Sehingga otomatis, jika sang ayah tidak mengakui anak luar nikah itu, maka tidak ada hubungan perdata antara dia dan anak tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa keberadaan putusan MK ini akan membuat anak memperoleh hak-haknya, seperti pengakuan, kebutuhan materi dan hak waris dari sang ayah biologis. Anak yang lahir di luar perkawinan resmi kini bisa mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologis. Seperti anak yang lainnya, mereka bisa mendapatkan berbagai hal dari sang ayah, baik berupa pemenuhan ekonomi, hak waris bahkan akta lahir. Namun yang menjadi rancu kemudian adalah, bahwa untuk mendapatkan hak keperdataan ini tidaklah mudah, untuk membuat akta lahir di catatan sipil, salah satu persyaratannya adalah akta nikah kedua orang tua (ayah-ibu), sedangkan anak yang lahir di luar perkawinan resmi tidak memiliki persyaratan tersebut. Bagaimana hal ini akan diatur kemudian? Lagi-lagi, ini masih menuntut adanya evaluasi…..
Membincang tentang dampak positif keputusan MK, di samping untuk pemenuhan hak anak, keputusan melegalkan anak di luar nikah ini juga bisa dinilai sebagai shock terapy bagi para laki-laki yang suka main perempuan. Keputusan MK ini dapat membuat para lelaki berpikir-pikir lagi untuk menjalin hubungan di luar nikah. Bagaimana tidak, bagi laki-laki beristri terutama, ia akan takut jika menikah lagi tanpa sepengetahuan istri pertama. Karena, pun jika ia melakukannya dan menghasilkan anak, suatu saat anak itu akan mendapat legalitas untuk menuntut pengakuan, pemenuhan kebutuhan dan hak waris.
Kendatipun begitu, kemungkinan yang ada bisa jadi malah sebaliknya. Di lain sisi, bisa jadi keputusan MK ini malah dapat memicu maraknya praktek nikah sirri dan hubungan di luar perkawinan resmi. Dengan keputusan MK yang melegalkan anak diluar nikah ini maka bukan tidak mungkin, para laki-laki malah akan berpikir bahwa hal itu menjadikan ia lebih mudah menjalin hubungan di luar nikah dengan beberapa perempuan. Bisa saja para pria berpikir, daripada susah-susah mengurus surat nikah, lebih baik hidup tanpa ikatan pernikahan dan/atau kumpul kebo. Selama ia mengakui anak hasil hubungan haram itu dan ia bersedia memenuhi hak-hak anak, maka ia merasa sudah tidak perlu lagi menikah secara resmi. Atau malah sebaliknya, perempuan yang krisis iman akan bertindak nekat.
Memang tak dapat disalahkan ungkapan Mahfud MD –ketua MK— bahwa banyak kiai-kiai dari pesantren di Jawa Timur yang menikah tanpa akta nikah (menikah sirri) dan berharap anak mereka diakui negara. Akan tetapi, bukankah anak yang lahir di luar nikah menurut keputusan MK kali ini juga termasuk anak hasil perselingkuhan, dan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan alias kumpul kebo? Berdasarkan keputusan MK yang merupakan uji materi pasal 43 ayat (1) Undang Undang No. 1 tahun 1974, anak hasil dari kedua hubungan tersebut juga senyatanya dilegalkan negara. Dan bukankah hal ini nantinya akan banyak menelurkan tindak perselingkuhan serta perzinaan? Atau malah keputusan MK ini akan menekan jumlah perselingkuhan, perzinaan, berikut juga nikah sirri?? Mungkin waktu yang bisa menjawabnya.....
Terlepas dari efek positif-negatif keputusan MK ini, rasanya akan wajar dan tidak berlebihan jika kita mengacungkan jempol atas upaya seorang perempuan yang akhirnya menghasilkan putusan MK uji materi pasal 43 ayat (1) Undang Undang No. 1 tahun 1974.
Tidak lain dan tidak bukan, upaya dari seorang Aisyah Mochtar (Machica Mochtar) yang memohonkan pengujian pasal 43 ayat (1) Undang Undang No. 1 Tahun 1974 ini akhirnya membuahkan hasil. Upaya perempuan yang dengan gigih memperjuangkan hak anak hasil nikah sirrinya dengan Moerdiono itu patut diacungi jempol.
Bertolak dari keputusan MK tersebut  dengan berbagai dampak positif-negatifnya, atau dari apa dan siapa keputusan uji materi Undang Undang perkawinan itu kemudian muncul, seharusnya hal ini tidak menyurutkan semangat kita untuk senantiasa ‘bersama-sama belajar’ di alam raya sosial yang begitu luas ini. Sehingga kemudian harmonisasi sosial dapat mewujud dan menjadi sebuah keniscayaan, seperti yang kita harapkan. Semoga!!!
 
*) (artikel) Lebih jelas: Radar Bromo, 26 Pebruari 2012
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Menyoal Legalitas Anak di Luar Nikah*
Ditulis oleh Lautan Hati Oela
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ulashoim.blogspot.com/2012/03/menyoal-legalitas-anak-di-luar-nikah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 comments:

Post a Comment

Cara Buat Email Di Google | Copyright of Lautan Hati Oela.