selamat berkunjung di lautan hati,
tempat berbagi, menyelami, memberi
...
just have fun.



Khitan Perempuan; Polemik Tak Berkesudahan

Posted by Lautan Hati Oela Sunday 25 March 2012 0 comments
 
Mengiringi peringatan hari perempuan internasional pada 8 Maret 2012 lalu, muncul permintaan Amnesty Internasional kepada pemerintah Republik Indonesia untuk membuat undang-undang yang melarang segala jenis praktik mutilasi kelamin perempuan. Amnesty Internasional yang bermarkas besar di London ini menghimbau pemerintah kita untuk mencabut peraturan pemerintah tahun 2010 yang melegitimasi praktik ‘khitan perempuan’. Menanggapi hal ini, pemerintah Indonesia mengatakan bahwa peraturan tersebut tidak boleh dengan cara apapun dapat dianggap sebagai mendorong atau mempromosikan praktik mutilasi kelamin perempuan.
Tak dapat dipungkiri, upaya ‘apologi’ pemerintah dalam tanggapannya tersebut seakan menunjukkan sebuah indikasi ‘kebimbangan ’nya dalam membuat putusan, terkait khitan perempuan. Masih bisa diingat, tahun 2006, Kementerian Kesehatan melarang medikalisasi khitan perempuan oleh petugas kesehatan. Dengan alasan, bahwa khitan terhadap wanita merupakan praktik perusakan alat kelamin, sehingga harus dilarang.
Setelah mendapat respon keras dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa yang menyatakan bahwa khitan perempuan merupakan makrumah (kemuliaan) bagi perempuan, maka Kementerian Kesehatan mengubah keputusannya. Akhirnya kemudian muncul Peraturan Menteri Kesehatan No. 1636 Tahun 2010 yang isinya memperbolehkan dan mendorong praktik khitan perempuan. Dalam Permenkes itu bahkan dirinci tahap demi tahap yang harus dilakukan agar praktik khitan bagi perempuan dilakukan dalam rangka perlindungan perempuan; dilakukan sesuai dengan ketentuan agama, standar pelayanan, serta standar profesi untuk menjamin keamanan dan keselamatan perempuan yang dikhitan.
Sampai saat ini, cukup banyak literatur yang membahas khitan perempuan. Bahkan tidak sedikit para ulama’ yang memberikan pandangannya terkait khitan perempuan. Senyatanya, khitan perempuan sudah menjadi sebuah polemik yang rasanya masih berlanjut dan tak berkesudahan. Khitan perempuan adalah tradisi di mayoritas masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa, khitan perempuan ini meminimalisir keinginan perempuan akan seks pra nikah. Di Indonesia sendiri, khitan perempuan telah dan masih ada di berbagai daerah, seperti Banten, Gorontalo, Makassar, Jawa, Madura, Padang, Serang, Kutai Kartanegara, Bone, dan Bandung.
Analisa dari beberapa pandangan
Kata “khitan” –atau yang dalam istilah medis disebut sirkumsisi— berasal dari akar kata Arab: khatana-yakhtanu-khatnan, artinya memotong. Makna asli kata khitan dalam bahasa Arab adalah bagian yang dipotong dari kemaluan laki-laki atau perempuan. Khitan laki-laki disebut juga dengan I’zar. Sedangkan khitan perempuan disebut juga dengan Khafdh. Secara istilah, khitan adalah memotong kulit yang menutupi penis laki-laki atau memotong/menggores kulit yang terdapat di atas farji wanita yang seperti jengger kepala ayam jantan.
Dalam Islam, permasalahan khitan perempuan ini merupakan masalah ijtihadiah, karena tidak ada nash AlQur’an atau hadits yang sharih (jelas petunjuknya). Jadi, wajar jika ada perbedaan pendapat ulama’ tentang hukum khitan perempuan. Secara umum para ulama sepakat mengatakan bahwa khitan itu suatu hal yang masyru’ (disyari’atkan) baik bagi laki-laki ataupun wanita. Namun mereka berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya. Apakah khitan itu hukumnya wajib, atau tidak. Dalam hal ini terdapat tiga pendapat;
Pertama: Berdasarkan pendapat ulama’ Syafi’i, Hanbali, dan sebagian ulama’ Maliki; khitan itu wajib, baik bagi laki-laki ataupun perempuan. Kedua: Menurut pendapat ulama’ Hanafi, Imam Malik; khitan itu hukumnya sunnah, baik bagi laki-laki, maupun wanita. Ketiga: Pendapat sebagian ulama’ Maliki, ulama’ Zhahiry, dan Imam Ahmad; khitan itu wajib hukumnya bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita hanya merupakan suatu kehormatan (makramah/mustahab).
Sejatinya terdapat perbedaan antara khitan laki-laki dan perempuan, setidaknya dalam Islam. Khitan bagi laki-laki tujuannya membersihkan sisa air kencing –yang najis— yang terdapat pada kulit tutup kepala dzakar (penis). Dan, suci dari najis merupakan syarat sah shalat. Sedangkan khitan bagi wanita hanyalah untuk mengecilkan dan menstabilkan syahwatnya, yang ini hanyalah untuk mencari sebuah kesempurnaan dan bukan sebuah kewajiban.
Dalam kultur beberapa daerah di negara kita, khitan perempuan telah menjadi tradisi. Masih ada beberapa orang tua yang memercayakan sirkumsisi putrinya pada petugas medis. Menurut beberapa ulama’, terdapat beberapa hikmah dan manfaat dari khitan perempuan, diantaranya: Khitan pada wanita yang dilakukan secara benar justru bermanfaat untuk kehidupan seksual wanita yang bersangkutan, karena membuat lebih bersih dan lebih mudah menerima rangsangan. Khitan dapat membawa kesempurnaan agama, karena memang disunnahkan. Khitan adalah cara sehat yang memelihara seseorang dari berbagai penyakit. Khitan membawa kebersihan, keindahan, dan meluruskan syahwat.
Namun demikian, Penelitian International Planned Parenthood Federation tahun 2001 menyebutkan, dampak negatif khitan perempuan sangat beragam, seperti depresi, nyeri saat berhubungan seksual, mengurangi kenikmatan seksual, infeksi saluran kemih, radang panggul kronik, frigiditas, pendarahan, dan kematian.
Sungguhpun demikian, dalam menganalisa dan memutuskan segala sesuatu memang tidak cukup hanya dengan satu jalan pemikiran. Begitu juga dalam hal khitan perempuan yang menjadi tradisi, sekaligus dinyatakan sebagai anjuran agama –menurut beberapa golongan. Maka sudah sewajarnya, kita lebih peka dalam menyikapi hal ini. Sepatutnya kita melihat dari berbagai sisi, bagaimana dampak positif dan negatif dari sirkumsisi (khitan) pada perempuan. Apa saja manfaaat dan mudhorotnya. Lebih banyak manfaat atau mudhorotnya. Hal ini masih perlu dikaji dan diteliti lebih dalam, sehingga dapat menghasilkan sebuah keputusan yang bijak, tidak terkesan dipaksakan atau bahkan terbawa arus salah satu dan/atau beberapa golongan.
Jika memang khitan perempuan ini memiliki banyak efek negatif dibanding positifnya. Jika memang khitan perempuan ini akhirnya akan menyakitkan secara fisik dan psikologis, membuat perempuan terhalang memperoleh hak fitrahnya. Maka bukankah lebih baik jika tindakan itu dihindari? Namun, jika yang terjadi adalah sebaliknya. Apabila khitan perempuan ini justru malah lebih banyak mendatangkan manfaat, dan efek positifnya lebih berperan. Maka tidak perlu melarang keras tindakan yang bermanfaat dan banyak mashlahat. Keputusan berada di tangan kita, dengan tidak menegasikan peraturan yang diserukan oleh ulil amri kita tentunya. Wallahu a’lam...
*****************
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Khitan Perempuan; Polemik Tak Berkesudahan
Ditulis oleh Lautan Hati Oela
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ulashoim.blogspot.com/2012/03/khitan-perempuan-polemik-tak.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 comments:

Post a Comment

Cara Buat Email Di Google | Copyright of Lautan Hati Oela.