selamat berkunjung di lautan hati,
tempat berbagi, menyelami, memberi
...
just have fun.



Dzulhijjah 1438: Pemaknaan Sederhana dan Mendalam

Posted by Lautan Hati Oela Monday 18 September 2017 0 comments
 Sebagai manusia yang sejatinya difungsikan sebagai kholifah, harusnya saya selalu mampu belajar banyak tentang banyak hal. Terlebih dalam momentum Dzulhijjah ini, maka saya harus belajar memaknainya dengan benar. Dan, tanpa saya sadari ternyata Allah mempertemukan saya dengan tulisan seorang senior dulu di kampus. Dengan mudah  tanpa resah, tangan saya serasa digerakkan untuk segera membuka postingan sang senior di salah satu acount media sosialnya. Perlahan saya baca dan mencoba memahami.... Ah, ini tulisan, catatan, sekaligus refleksi yang sangat bermakna buat saya..... Begini secara lengkap tulisan sang senior saya;


Idul Adha adalah representasi dialektika batiniyah antara hamba dengan Tuhannya. Memperingati Idul Qurban sama halnya dengan merayakan simbolisme kedekatan Sang kekasih (Kholilullah) dengan Sang Pencipta. Menyambut hari raya yang tepat di 10 Dzulhijjah ini tak ubahnya dengan selebrasi kelulusan hamba atas ujian menjawab atribut ke-aku-an dalam diri. Pendek kata, Idul Adha niscaya diletakkan sebagai titik hitung (ceck point) dalam proses membaca diri, menelaah, menganalisa, mengkritisi dan mendidik diri. Maka hari raya idul adha hanya akan menjadi rutinitas tahunan 'bagi-bagi daging', apabila semata dipahami sebagai upacara syar'i penyembelihan hewan kurban.

Pertama, sebagai dialektika batiniyah. Sebagai sang mesias yang mendapat julukan kekasih Allah (Kholilullah), Ibrahim mengalami mimpi aneh. Sebuah mimpi agar ia menyembelih anaknya sendiri, Ismail. Mimpi itu menantang Ibrahim membuktikan prosentase cintanya, lebih besar mana: antara cinta kepada anak ataukah cintanya kepada Tuhan. Ibrahim gelisah, ragu dan sekaligus bimbang. Gelisah akan kecintaan kepada sang anak. Ragu dan bimbang apakah ini benar2 perintah langsung dari Sang Pencipta. Dari sudut manusiawi, kegelisahan Ibrahim ini wajar, bagaimana mungkin tega menyembelih anak yang amat dicintainya. Demikian halnya, keraguannya pun manusiawi: 'masak iya' Tuhan sekejam itu menyuruhnya menyembelih anaknya. Jangan2 mimpi itu hanyalah hasutan iblis. Ibrahim pun merenung, ber-tadabbur, dan ber-muhasabah.
Mengapa harus melalui mimpi? Agar tidak ada keraguan dalam diri Ibrahim, bukankah Tuhan dapat memerintahkan malaikat untuk memberitahu Ibrahim? Tuhan bahkan bisa langsung memberitahu Ibrahim? Bagi saya, mimpi yang dipilih Tuhan untuk menyapa Ibrahim adalah ruang jeda atas kebutuhan melakukan permenungan. Dalam hidup, kita butuh jeda untuk permenungan semacam itu. Jeda dibutuhkan sebagai ruang kosong (kesunyian) dalam upaya ijtihad dialektis menemukan diri sebagai hamba (identitas) dan untuk menjumpai diri sejati (personalitas).
Dari permenungan mimpi itu, Ibrahim memperoleh pelajaran kehidupan bahwa anak yang ia miliki bukanlah hak milik, demikian pula harta, tahta dan status sosial. Semua yang ia punya sejatinya hanyalah sebuah 'pinjaman' dari sang Pencipta. Semua itu milik Tuhan semata.
Proses dialektika batin Ibrahim dipertaruhkan: apakah lebih mementingkan ego (pengakuan kepemilikan dan keakuan) ataukah mengutamakan kediriannya sebagai hamba yang tdk tahu apa-apa, tdk punya apa-apa, dan tdk bisa apa-apa. Sebuah kesadaran bahwa dunia ibarat sinetron komedi yang menyajikan skenario permainan dan lelucon (la'ibun wa lahwun). Proses permenungan ini lantas dinamakan 'tarwiyah' (berpikir/bermenung). Kita mengabadikan hal itu dengan puasa tarwiyah pada 8 Dzulhijjah.

Kedua, simbolisme kedekatan antara kekasih dengan Sang Pencipta. Telah dinyatakan dalam berbagai kitab suci agama-agama, bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan paling dicintai. Seisi alam raya semata fasilitas, hiburan dan aksesoris yang dipersembahkan Tuhan untuk manusia. Saking cintanya kepada manusia, sampai-sampai Dia sendiri mendaulat manusia sebagai 'Wakil Tuhan di muka bumi' (Innii ja'ilun fil ardhi Kholifah). Maka manusia adalah ciptaan 'terkasih' Tuhan. Meski mempunyai banyak nama, tetapi Tuhan menegaskan kehadiranNya ditengah manusia sebagai Yang Maha Kasih dan Yang Maha Sayang, baik sebagai 'Arrahman' (kasih sayang yang meluas) maupun sebagai 'Arrahim' (kasih sayang yang mendalam).
Bisa jadi, perintah penyembelihan Ismail oleh Ibrahim melalui mimpi itu merupakan teguran sayangnya Tuhan kepada hambaNya. Jangan sampai jalinan cinta kasih yang terhubung antara hamba dan Tuhan itu terkontaminasi oleh kecintaan duniawi. Agar sinergi kontinum sistem alam raya selalu berpihak pada manusia. Sebab alam raya berjalan dalam sistem pengagungan kepada Tuhan (tasbih): 'Sabbaha lillahi ma fissamawati wama fil ardhi.' Dengan kata lain, jika ada ciptaan yang tidak mengagungkan Sang Penciptanya, maka ciptaan ini akan mengalami anomali (rusak dan menyimpang). Pada konteks inilah Tuhan memperingatkan Ibrahim selaku ciptaan terkasihNya.
Layaknya hubungan cinta dan kasih sayang, selalu ada cemburu. Seperti pepatah bilang, "cemburu adalah tanda cinta." Demikian halnya Tuhan. Dia Maha Cemburu. Ya, Tuhan memang Maha Pencemburu. Sebab laknatNya diberikan kepada ciptaan yang mengingkari cinta kasihNya (wa lain kafartum inna 'adzabii lasyadid). Bahkan saking cemburunya, Dia mengutuk perbuatan menduakanNya (menyekutukan/syirik): Innasy syirka la dulmun 'adhim. Barangkali atas dasar tanda cinta yang bernama cemburu inilah, Tuhan memperingatkan Ibrahim. Demikian gambaran simbolik kedekatan dan kemesraan antara hamba dan Tuhannya.

Ketiga, selebrasi kelulusan mengatasi atribut pengakuan dan keakuan. Seharian penuh Ibrahim galau dan gundah memikirkan mimpinya, dalam proses permenungan itu kehadiran iblis begitu dominan menguji kecintaan Ibrahim kepada Tuhan. Ditengah kegalauan, ibrahim bermimpi untuk kesekian kalinya. Hingga tumbuh keyakinan bahwa mimpi ini jelas perintah Allah. akhirnya, diceritakanlah mimpinya kepada sang istri, siti Hajar (ibu Ismail). Hajar berkata tulus ikhlas menekan segala cinta dunia, "Kalau memang menyembelih Ismail adalah perintah dariNya, maka harus dilaksanakan, tanpa ragu tanpa takut." Demikian halnya Ismail saat diberitahu sang ayah. Dengan penuh penerimaan Ismail menyetujui perintah tersebut dan menutup persetujuannya dengan kalimat indah, "Insya Allah ayah akan menemukanku dalam golongan orang-orang sholeh" (satajiduni insya Allah minash sholihin). Dialog antara ayah, ibu dan anak ini jelas menggambarkan tiga nilai kehidupan sekaligus, yakni: keyakinan, kepasrahan dan penerimaan.
Mendudukkan (nglungguhno/wuquf) tiga nilai kehidupan (yakin, pasrah, dan nerima) itu akan memosisikan kesadaran dalam upaya mengetahui (arafah) posisi diri. Dengan begitu, segala atribut pengakuan dan keakuan secara otomatis akan tersingkir seiring teguhnya dimensi penghambaan. Maka itu, kita memperingati puasa arafah yang artinya mengerti, yakni mengerti posisi hamba dalam upaya penyatuan (tauhid) dengan Tuhannya. Puasa arafah dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Setelah melakukan permenungan (tarwiyah) dan mendudukkan (wuquf) pengertian-pemahaman (arafah), lengkaplah sudah dimensi uluhiyah dalam diri sang hamba. Maka menyembelih hewan kurban dapat dimaknai sebagai simbolisasi penyembelihan nafsu hewani yang ada dalam diri manusia. Nafsu hewani yang dapat mewujud dalam kerakusan, egoisme, homo homini lupus, maupun adigang-adigung-adiguna harus disembelih dan diputuskan dari urat nadi mentalitas dan perilaku kita. Sehingga akhirnya akan mengonversi pikiran, perasaan dan hawa nafsu menjadi akal, hati dan ruh. Dengan begitu, kita akan semakin dekat dengan sang Pencipta, sebagaimana arti qurban yang berasal dari kata qoroba-yaqrobu-qurban (dekat/kedekatan). 'Ala kulli hal, Idul Adha adalah momentum wisuda dan penerimaan ijazah kelulusan pencapaian manusia pada kesejatian diri melalui kesadaran tauhid (penyatuan). Semoga Allah senantiasa menganugerahi kita izin, ridho dan hidayahNya, Amiin. Wallahu A'lam bishowab. 

sumber asli tulisan bisa dibaca di: https://www.facebook.com/zainal.luthfi.5/posts/
Maka terimakasih untuk sang senior :)
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Dzulhijjah 1438: Pemaknaan Sederhana dan Mendalam
Ditulis oleh Lautan Hati Oela
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ulashoim.blogspot.com/2017/09/dzulhijjah-1438-pemaknaan-sederhana-dan.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 comments:

Post a Comment

Cara Buat Email Di Google | Copyright of Lautan Hati Oela.