selamat berkunjung di lautan hati,
tempat berbagi, menyelami, memberi
...
just have fun.



Meningkatkan Keberadaban Bangsa Melalui Pendidikan Karakter

Posted by Lautan Hati Oela Saturday 18 May 2013 0 comments
DownWithEducationCartoon
Nyaris setiap hari, media seakan tak henti menyajikan berita kriminal dan kasus bullying, terlebih di kalangan pelajar dan kaum terdidik. Realita ini seakan membawa kita pada kesimpulan bahwa, pendidikan kita tengah dilanda sebuah masalah krusial, yang cukup menyita perhatian dan pikiran. Betapa tidak, berbagai kasus dan tindak kriminal di kalangan pelajar yang kian marak dewasa ini senyatanya telah menunjukkan dekadensi moral para peserta didik kita. Hal ini kemudian membawa pada pernyataan bahwa, pendidikan telah gagal menjalankan salah satu fungsi dan tugasnya; mendewasakan peserta didik.
Apabila menilik lebih dalam lagi, pada Undang Undang NO 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tertuang bahwa; Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan, Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Sehingga dengan demikian, pendidikan diharapkan menjadi motor penggerak dalam rangka pembinaan watak (karakter) dan peradaban bangsa.
Seharusnya, pendidikan mampu mencetak dan menyiapkan generasi penerus –peserta didik— menjadi pribadi yang siap menghadapi tantangan masa depan: yang profesional sekaligus juga beradab. Pribadi yang profesional adalah yang benar-benar berkualitas dan ahli dalam bidang yang digeluti. Pribadi yang berkeadaban adalah yang mengindahkan segenap norma tentang hidup bersama dalam suatu masyarakat atau negara.
Sebuah Catatan Tentang Keberadaban
Kata ‘adab’ memiliki arti kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti, akhlak. Menurut Kamus Ilmiah Populer, adab diartikan dengan kesusilaan, tingkah laku (Pius A. Partanto, 1994:3). Beradab artinya memiliki adab, memiliki keluhuran budi, kesopanan yang tinggi. Manusia yang beradab, adalah manusia yang memiliki adab, mempunyai akhlak, kesopanan dan budi pekerti luhur. Sedangkan peradaban, bisa diartikan dengan perkembangan akhlak, nilai, budi pekerti, kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin. Peradaban juga berarti hal-hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan suatu bangsa.
Keberadaban suatu bangsa dapat dilihat dari kehidupan masyarakatnya. Bangsa yang beradab adalah bangsa yang memiliki nilai-nilai moral yang tinggi dalam tatanan kehidupan masyarakatnya. Suatu bagian penting dalam keberadaban bangsa adalah masyarakat yang hidup di dalamnya. Bagaimana masyarakatnya hidup, akan menentukan setinggi apa dan sejauh mana keberadaban bangsa itu.
Dalam tatanan masyarakat yang heterogen dan demokratis, terwujudnya keberadaban yang tinggi menjadi suatu tantangan. Bagaimana mereka mampu mencipta dan mempertahankan nilai-nilai karakter –keberadaban— dalam keseharian, akan menjadi hal yang tidak mudah, mengingat beragamnya latar belakang dan konsep diri yang mereka miliki. Hal ini pun berlaku bagi Indonesia, yang masyarakatnya beragam.
Norma keberadaban untuk masyarakat demokratis yang bersifat majemuk meliputi tiga hal, antara lain kebebasan, persamaan dalam kesempatan atau peluang, serta toleransi terhadap kenyataan kemajemukan atau pluralisme itu sendiri (Mochtar Buchori, 2001:108). Sehingga ketika tiga hal itu mampu terpenuhi, maka keberadaban pun mewujud dan menjadi niscaya.
Konsepsi Pendidikan Karakter: Makna dan Pengembangan
Sebuah statemen yang tidak dapat diragukan lagi, apa yang telah dicetuskan oleh sang maestro, Mahatma Ghandi; bahwa “salah satu dosa fatal dari proses pendidikan adalah pendidikan tanpa karakter”. Hal ini kemudian diamini oleh pakar pendidikan Marthin Luther King, dengan pernyataannya, “kecerdasan dan karakter adalah tujuan akhir dari pendidikan yang sebenarnya”. Berdasar pada pernyataan dua pakar tersebut seyogianya mampu menggiring kita pada sebuah kesadaran masif yang mengedepankan pembinaan karakter dalam proses pendidikan. Bahwa proses pendidikan bukan hanya bertujuan untuk peningkatan inteligensi belaka. Tapi lebih dari itu, pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan, yang tujuannya juga pada pembinaan dan pembentukan karakter peserta didik. Seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, salah satu tujuan pendidikan adalah untuk membentuk dan membina karakter.
Berdasar pada realita yang ada dewasa ini, bahwa semakin banyak tindak kriminal di kalangan pelajar dan kaum terdidik senyatanya menggiring kita pada pernyataan bahwa pendidikan belum berhasil menjalankan tugas dan fungsinya; membentuk dan membina karakter. Berbagai bentuk kekerasan, kejahatan dan kriminal yang tidak memiliki landasan moral di kalangan anak dan remaja menunjukkan bahwa peserta didik kita belum memiliki karakter yang baik.
Karakter, menurut Alwisol adalah sebuah gambaran tentang tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk; baik secara eksplisit maupun implisit (Alwisol, 2008:8). Doni Koesoema (2007:80) menjelaskan bahwa; kita sering mengasosiasikan karakter dengan apa yang disebut temperamen yang memberinya definisi yang menentukan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Kita juga bisa memahami karakter dari sudut behavior yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir.
Sedangkan Amirulloh Syarbini (2012:15) mendefinisikan karakter dengan sifat yang mantap, stabil dan khusus, yang melekat dalam pribadi seseorang yang membuatnya bersikap dan bertindak secara spontan, tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan, dan tanpa pemikiran terlebih dahulu.
Terminologi pendidikan karakter kemudian muncul sejak tahun 1990-an di dunia Barat. Sedangkan di Indonesia sendiri, istilah pendidikan karakter mulai di dengung-dengungkan sekitar tahun 2005-an. Dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010) disebutkan bahwa, pendidikan karakter adalah “pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan akhlak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Karena pendidikan merupakan proses pendewasaan yang tidak hanya menyentuh ranah kognitif, tapi juga afektif dan psikomotor, maka terminologi pendidikan karakter pun harus mencakup ketiga ranah tersebut. Sehingga dengan demikian, pendidikan karakter sejatinya bukanlah sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang mana yang baik. Sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik, dan biasa melakukannya (psikomotor). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan dilakukan.
Terkait dengan pelaksanaannya, pendidikan karakter tidak hanya menjadi sebuah materi atau bahan ajar saja. Namun, pendidikan karakter harus lebih menjadi sebuah keteladanan. Dalam pendidikan formal, pendidikan karakter tidak hanya memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang hal yang baik dan buruk, serta mengapa harus melakukan hal yang baik dan menghindari yang buruk. Akan tetapi, jangkauan yang harus dicakup oleh pelaksanaan dan pengembangan pendidikan karakter harus menjadi sebuah kebiasaan yang kemudian diteladankan pendidik kepada peserta didik. Sehingga dengan demikian, peserta didik dapat melihat sebuah model –teladan— nyata dalam hidupnya. Dan dalam waktu yang sama, peserta didik pun mampu meneladani karakter positif yang diteladankan sang pendidik.
Demikianlah harusnya penerapan sebuah konsep pendidikan karakter yang sejatinya tidak cukup hanya dengan memberitahu atau mengajarkan tentang baik-buruk, atau bahkan pengertian perihal mengapa harus mengerjakan yang baik serta menghindari yang buruk. Akan tetapi lebih kepada keteladanan karakter positif secara nyata.
Pada kenyataannya, dalam upaya penerapan dan pengembangan pendidikan karakter sejatinya menuntut kepemilikan karakter positif pada diri pendidik. Selebihnya, pendidik juga harus memiliki kemampuan dan kesediaan untuk meneladankan secara nyata kepada peserta didik. Jika pendidik tidak mampu menyajikan karakter positif dirinya, untuk kemudian meneladankannya secara nyata kepada peserta didik, maka pengharapan akan keberhasilan pendidikan karakter hanya berada di angan-angan.
Banyak hal dan banyak cara yang bisa ditempuh dalam upaya penerapan dan pengembangan pendidikan karakter. Yang penting dan yang utama adalah, mengubah paradigma masyarakat dan terutama praktisi pendidikan; bahwa pendidikan itu lebih dari sekedar transfer ilmu pengetahuan, melainkan juga transfer nilai-nilai. Dengan demikian, pendidik dan pelaku pendidikan tidak hanya mentransfer pengetahuan teknis, tetapi juga mampu menyentuh titik sentral moralitas siswa. Sehingga siswa benar-benar bisa mendapatkan suntikan motivasi untuk menjadi manusia berkarakter.
Pada dasarnya, tujuan pendidikan nasional ingin membentuk manusia yang utuh, yang tidak hanya pandai, tetapi juga bermoral dan etis. Berangkat dari hal ini lah maka kemudian dalam pendidikan formal, keberadaan pendidikan nilai-pendidikan moral-pendidikan budi pekerti dan/atau pendidikan karakter bukan hanya sebagai pengetahuan, tetapi sebagai pendidikan; yakni dengan praktek-praktek yang dapat diamati dan dipantau oleh pihak pendidikan formal itu sendiri (sekolah-perguruan tinggi).
Nilai budi pekerti, seperti penghargaan terhadap orang lain; hormat terhadap orang lain—siapa pun; mau hidup bersama dengan orang lain yang berbeda suku, ras dan agama; semua itu perlu ditanamkan dalam sekolah. Peserta didik dikenalkan dengan peserta didik lain yang berbeda agama, suku, derajat, dan diajak untuk saling bersaudara. Penghargaan terhadap orang lain, kerja sama dalam kelompok yang heterogen, keterbukaan terhadap gagasan orang lain dengan perbedaannya tanpa harus mengandalkan kekerasan (berantem), nilai-nilai kejujuran dan keadilan; semua itu dapat dilatihkan dalam sekolah. Latihan-latihan tersebut dapat dipantau sehingga nilai-nilai budi pekerti—karakter dapat dijadikan tolok ukur kelulusan peserta didik dalam sekolah.
Unsur yang paling penting dalam upaya penanaman nilai-nilai budi pekerti —karakter— dalam lingkungan pendidikan sekolah adalah pendidik dan seluruh staf sekolah sendiri. Jika unsur terpenting itu mampu mengejawantahkan karakter positif sekaligus meneladankannya secara nyata dan konsisten, maka peserta didik dapat menemukan model —teladan— nyata dalam hidupnya. Dengan melihat praktek nyata para model (teladan), peserta didik dapat belajar lebih baik.
Pendidikan Karakter dan Keberadaban Bangsa
Senyatanya, pendidikan karakter akan berbanding lurus dengan keberadaban bangsa. Semakin tinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya penerapan dan pengembangan pendidikan karakter –demi tercipta habit untuk melakukan yang baik— semakin tinggi pula keberadaban bangsanya.
Dengan penerapan pendidikan karakter yang baik dan optimal, maka peserta didik akan mampu mengetahui tentang nilai-nilai, benar-salah, baik-buruk (aspek kognitif). Mereka pun mampu merasakan, menerjemahkan pentingnya berperilaku baik serta menerapkan nilai-nilai baik dalam kehidupan (aspek afektif). Untuk kemudian menjadikan perilaku baik dan mengerjakan hal-hal baik itu sebagai kebiasaan dalam keseharian (aspek psikomotor).
Demikianlah seyogianya penerapan pendidikan karakter yang diharapkan mampu mencapai tujuannya. Sehingga ketika tujuan penerapan pendidikan karakter tercapai, maka kemudian tercipta kesadaran akan kebiasaan menjadi manusia berkarakter dalam diri peserta didik. Dan, ketika masing-masing peserta didik terbiasa mengupayakan menjadi manusia berkarakter, maka nilai-nilai moral baik akan senantiasa tercipta. Yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan karakter dan keberadaban bangsa.
Pada kenyataannya, setiap negara mempunyai karakter kebangsaan yang khas dan harus ditanamkan pada warganya. Tak terkecuali Indonesia, yang memiliki karakter kejujuran, toleransi dan budi pekerti luhur. Karakter kebangsaan inilah yang seharusnya ditanamkan pada warganya, sehingga keberadaban bangsa dapat senantiasa terjaga. Dan, salah satu upaya menanamkan karakter kebangsaan pada warga adalah melalui pendidikan. Bahwa pendidikan karakter itu harus ditanamkan sejak dini dalam pendidikan formal, dari TK sampai perguruan tinggi.
Namun demikian, upaya penanaman karakter kebangsaan pada warga negara ini tidak hanya melulu menjadi tugas pendidikan formal. Lebih dari itu, penanaman karakter kebangsaan ini menjadi sebuah tugas dari ‘hubungan segi tiga sama sisi’ antara pendidikan formal, lingkungan keluarga dan pemerintah. Ketika ketiganya ikut andil dan mengambil bagian tugas sesuai porsi masing-masing, maka bukan tidak mungkin jika karakter kebangsaan mampu tertanam dalam diri peserta didik (warga negara) sehingga pada gilirannya akan mampu mencipta dan sekaligus menjaga tingginya keberadaban bangsa.
Dengan senantiasa mengupayakan optimalisasi penerapan pendidikan karakter, maka kita akan mampu meningkatkan keberadaban bangsa. Ketika pendidikan karakter telah mengakar dalam kehidupan masyarakat; ketika terjalin kerja sama yang masif antara keluarga, pendidikan formal dan pemerintah dalam mengupayakan pengembangan pendidikan karakter secara optimal; maka keberadaban bangsa dapat mewujud. Ketika pendidikan karakter telah mampu mencapai tujuannya, maka peserta didik (warga negara) mampu membiasakan diri menjunjung nilai-nilai moral, senantiasa terbiasa melakukan yang baik. Dengan demikian, bullying, tawuran atau bahkan fenomena kriminalitas dapat ditekan. Hal ini yang kemudian akhirnya akan kembali menunjukkan dan mencirikan karakter kebangsaan kita; kejujuran, toleransi dan berbudi pekerti luhur. Lebih dari itu, pendidikan akhirnya akan mampu mencetak dan menyiapkan generasi penerus –peserta didik— menjadi pribadi yang profesional sekaligus beradab. Generasi masyarakat yang tidak hanya pandai, tetapi juga berkeadaban. Semoga...
*********
BACAAN LANJUTAN
Alwisol. 2008. Psikologi Kepribadian. Malang:UMM
Buchori, Mochtar. 2001. Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta:Kanisius
Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
Syarbini, Amirulloh. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Karakter Anak di Sekolah, Madrasah dan Rumah. Jakarta: Asa-Prima Pustaka.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Meningkatkan Keberadaban Bangsa Melalui Pendidikan Karakter
Ditulis oleh Lautan Hati Oela
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ulashoim.blogspot.com/2013/05/meningkatkan-keberadaban-bangsa-melalui.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 comments:

Post a Comment

Cara Buat Email Di Google | Copyright of Lautan Hati Oela.