PENDIDIKAN INDONESIA: INOVASI VIS-A-VIS TRADISI (Menilik Kesigapan Pelaksanaan Rancangan Pengembangan Kurikulum 2013)
Friday 15 March 2013
0
comments
Kurang lebih empat bulan menjelang pemberlakuan kurikulum 2013, senyatanya masih menyisakan resah dikalangan para pendidik dan praktisi pendidikan. Betapa tidak, konsep kurikulum yang didengung-dengungkan sebagai kurikulum saintifik, yang membentuk siswa menjadi analitik, suka mengamati, sigap bertanya, kritis dan memiliki daya cipta ini sejatinya tidak hanya menuntut kesigapan dan kompetensi pendidik, melainkan juga kesiapan dan kerjasama yang masif antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat.
Dengan
kurun waktu kurang lebih 4 bulan ini, pada kenyataanya dapat menghadirkan
berbagai tanya akan kesiapan dan kesigapan kita, serta semua elemen pendidikan
dalam upaya implementasi kurikulum 2013. Mampukah kita menerapkan hal baru (inovasi)
yang merupakan pengembangan dari konsep sebelumnya? Atau terjerembab dalam
konsep (tradisi) yang selama ini kita anut dan telah melekat erat?
Sebuah
Catatan Tentang Rancangan Pengembangan Kurikulum 2013
Pada
dasarnya, kurikulum yang akan diterapkan pada tahun ini merupakan pengembangan
dari konsep kurikulum sebelumnya; dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan
dan ketrampilan secara terpadu. Dalam kerangka konsep Rancangan Pengembangan
Kurikulum 2013, proses pembelajaran diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang
kompeten, yang secara sosio-eko-kultural, akan mampu menjawab kebutuhan
individu, masyarakat, bangsa, dunia, dan peradaban. Sehingga lulusan itu
mewujud dalam pribadi yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia, menjadi
pembelajar yang sukses, individu yang mandiri, warga negara yang bertanggung
jawab sekaligus sebagai kontributor peradaban yang efektif.
Berdasarkan
bahan Uji Publik Kurikulum 2013, maka standar kompetensi lulusan dalam domain pengetahuan,
dicanangkan bahwa peserta didik sekurang-kurangnya mampu memiliki pengetahuan
yang faktual, konseptual, prosedural dan meta kognitif.
Secara
prinsipil, elemen perubahan pada kurikulum 2013 untuk SD adalah: holistik,
tematik-integratif berfokus pada alam, sosial dan budaya; pembelajaran
dilaksanakan dengan pendekatan sains; jumlah mata pelajaran dari 10 menjadi 6;
dan jumlah jam bertambah 4 jam pelajaran/minggu. Sedangkan untuk SMP: TIK menjadi
media semua mata pelajaran; pengembangan diri terintegrasi pada setiap mata
pelajaran; jumlah mata pelajaran dari 12 menjadi 10; dan jumlah jam bertambah 6
jam pelajaran/minggu. Kemudian, untuk SMA: ada mata pelajaran wajib ada mata
pelajaran pilihan; ada pengurangan mata pelajaran yang harus diikuti siswa; dan
jumlah jam bertambah 2 jampelajaran/minggu.
Secara
filosofis, untuk jenjang pendidikan dasar, kurikulum 2013 tidak menempatkan IPA
dan IPS sebagai disiplin ilmu, melainkan sebagai sumber kompetensi untuk
membentuk sikap ilmuwan dan kepedulian dalam berinteraksi sosial dan dengan
alam secara bertanggung jawab.
Kendati
memiliki konsep yang cukup bagus, kurikulum 2013 senyatanya tak luput dari kritik.
Salah satu yang “menarik” dalam kurikulum 2013 adalah pengintegrasian IPA dan
IPS kedalam semua mata pelajaran, menggunakan IPA-IPS sebagai materi pembahasan
pada semua mata pelajaran. Hal ini tentu akan berdampak pada menumpuknya
materi. Disamping itu, pengintegrasian IPA dan IPS dalam mata pelajaran lain
berpotensi bertentangan dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 1,
yang menyebutkan bahwa; Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah wajib memuat:
pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, IPA, IPS,
seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan dan
muatan lokal.
Terkait
dengan pendekatan yang digunakan, pendekatan tematik integratif dan orientasi
pada pembentukan karakter dalam kurikulum 2013 senyata menuntut metode assessment
baru. Raport yang hanya berwujud angka –seperti yang berlaku sekarang ini— sejatinya
tidak akan mampu memotret secara utuh progress prestasi siswa.
Setidaknya, diperlukan raport kognisi yang memotret kemampuan akademis siswa,
dan raport portopolio, yang yang merekam hasil dan proses belajar siswa. Karena
sesuai dengan konsepnya, kurikulum 2013 ini mengevaluasi proses hingga akhir
pembelajaran.
Satu
hal lain yang mengganjal dalam kurikulum 2013 adalah, tidak memberikan ruang
pembahasan yang dalam terhadap UN. Padahal selama UN masih ada, maka akan
selalu ada tingkat kelas akhir yang ‘bertegangan tinggi’ untuk serius mempersiapkan
diri menghadapi UN. Hal ini kemudian akan menjadi paradoksal, karena
pembelajaran tematik integratif tidak lagi berlaku di kelas ini. Mereka akan
lebih berorientasi pada ‘belajar untuk beradaptasi dengan soal-soal UN’, agar
sukses dalam UN.
Yang
juga harus dicermati lagi dalam upaya penerapan kurikulum 2013 yakni, kesiapan
dan kesigapan guru dalam menjalankan konsep ini. Karena, yang menjadi tulang
punggung dalam pelaksanaan kurikulum 2013 bukanlah Pak Manteri atau pejabat Departemen
Pendidikan, melainkan para guru. Sejauh mana para guru memahami dan mampu
menerjemahkan konsep baru ini kedalam tataran praksis pembelajaran.....?
Kendatipun
ada pelatihan bagi guru—‘master teacher’, waktu yang diagendakan untuk
pelatihan tersebut cukup singkat, hanya sekitar tiga minggu di liburan semester.
Mampukah guru mengubah metode penyampaian yang selama ini mereka anut? Hal ini
masih jadi permasalahan yang tidak ringan.
Pengembangan
Kurikulum Pendidikan; Antara Inovasi dan Tradisi
Kurikulum
merupakan elemen strategis dalam upaya pelayanan program pendidikan. Kurikulum
yang baik akan mampu menghasilkan proses dan produk pendidikan yang baik.
Sebaliknya, kurikulum yang buruk akan membuahkan proses dan produk yang buruk
pula. Demi mendapatkan yang terbaik, kurikulum pun membutuhkan sebuah
pengembangan. Namun demikian, mengembangkan kurikulum yang konsisten dari hulu
ke hilir bukanlah hal mudah. Dan, lebih tidak mudah lagi dalam
mengimplementasikannya. Apalagi jika perubahan kurikulum itu tidak disertai
dengan penyiapan lapangan yang baik.
Sejatinya,
perubahan kurikulum tidak hanya sekedar pergantian dokumen. Namun juga akan
berimplikasi pada perubahan paradigma, kemampuan, dan kebiasaan lama yang telah
mengakar, menuju pada yang baru. Ketika kurikulum baru (tematik-integratif)
diberlakukan, maka pelaksana kurikulum sudah harus mampu mengubah paradigma dan
kebiasaan lamanya, menyesuaikan dengan perubahan yang ada.
Akan
tetapi, jika telah ada perubahan kurikulum dan pelaksananya masih menggunakan
paradigma serta kebiasaan lama, maka yang patut dipertanyakan adalah; dapatkah
ketegangan antara inovasi (perubahan kurikulum pembelajaran) dan tradisi
(mengajar dengan kebiasaan lama ) itu terjembatani??? Wallahua’lam...
*******
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: PENDIDIKAN INDONESIA: INOVASI VIS-A-VIS TRADISI (Menilik Kesigapan Pelaksanaan Rancangan Pengembangan Kurikulum 2013)
Ditulis oleh Lautan Hati Oela
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://ulashoim.blogspot.com/2013/03/pendidikan-indonesia-inovasi-vis-vis.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Lautan Hati Oela
Rating Blog 5 dari 5
0 comments:
Post a Comment