selamat berkunjung di lautan hati,
tempat berbagi, menyelami, memberi
...
just have fun.



Inteligensi dan faktor yang mempengaruhinya

Posted by Lautan Hati Oela Monday 25 March 2013 0 comments


Kata inteligensi sering dimaknai dengan kecerdasan, kemampuan atau bahkan keahlian. Ketika ada statemen yang menyatakan ‘inteligensi seseorang’, maka yang dimaksud adalah suatu kecerdasan, kemampuan atau keahlian yang dimiliki seseorang. Kendati demikian, beberapa pengertian inteligensi senyatanya telah hadir dan dipakai sehari-hari.
Menurut kamus Bahasa Indonesia yang disusun Idrus H.A, inteligensi berarti tingkat kepandaian atau kecerdasan. Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer karya Pius A. Partanto, inteligensi adalah kecerdaan, ketajaman pikiran.
Pakar psikologi perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Educaton, Hardvard University- Amerika Serikat; Howard Gardner memiliki definisi tersendiri tentang inteligensi. Menurutnya, inteligensi adalah kemampuan untuk memecahkan  persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi nyata.
Definisi tersebut jelas menegaskan bahwa sebuah inteligensi bukanlah hanya semata-mata kemampuan untuk menjawab soal-soal dan tes tertulis. Akan tetapi lebih kepada kemampuan untuk memecahkan persoalan nyata dalam berbagai macam kondisi kehidupan. Gardner menekankan ‘persoalan nyata’ dalam mendefinisikan inteligensi. Hal ini disebabkan bahwa menurut Howard Gardner, seseorang dinyatakan berinteligensi tinggi jika ia dapat menyelesaikan dan memecahkan persoalan yang nyata dalam berbagai situasi dan kondisi kehidupannya, bukan hanya dalam teori. Dengan demikian, semakin tinggi kemampuan seseorang dalam memecahkan persoalan nyata dalam hidupnya dan/atau semakin kompleks tingkat masalah yang dapat dipecahkannya, maka tingkat inteligensi seseorang tersebut semakin tinggi.
Maka kemudian, untuk mengetahui inteligensi seseorang yang menonjol, perlu dilihat bagaimana orang itu menyelesaikan persoalan nyata dalam hidupnya, bukan hanya sekedar menilai kemampuannya dalam menyelesaikan tes dan soal-soal tertulis diatas meja.
Sebagai contoh misalnya, untuk mengetahui apakah inteligensi seseorang yang berkaitan dengan komunikasi dan relasinya dengan orang lain, maka perlu dilihat bagaimana cara orang tersebut bergaul serta membangun relasinya dengan orang lain –apakah ia sungguh-sungguh berkomunikasi dan bergaul dengan orang lain-- bukan dengan memberinya soal-soal dan tes tertulis tentang pergaulan.
Untuk mengetahui inteligensi seseorang yang berkaitan dengan bahasa dan linguistik, maka perlu dilihat bagaimana ia menggunakan kosakata dalam ucapan dan perkataannya ketika berbicara atau dalam bahasa tulisnya. Bukan hanya dengan sekedar menyodorkan tes dan soal-soal tertulis tentang bahasa dan gramatika. Untuk mengetahui inteligensi yang berkaitan dengan matematis-logis, perlu dilihat bagaimana seseorang memecahkan persoalan di masyarakat dan bagaimana ia menganalisa permasalahan yang nyata. Tidak hanya cukup dengan memberikan soal-soal tertulis tentang angka dan hitungan rumus-rumus matematika.
Senyatanya, Howard Gardner membedakan antara makna inteligensi lama yang diukur dengan tes IQ, dengan inteligensi yang di temukan dan dicetuskannya. Menurut pengertian lama, inteligensi seseorang dapat diukur dengan tes IQ yang berwujud tes menyelesaikan soal-soal tertulis; IQ yang dimiliki seseorang cenderung tetap sejak lahir dan tidak bisa dikembangkan secara signifikan. Sedangkan menurut Gardner, inteligensi seseorang bukan dapat diukur dengan tes tulis semata, akan tetapi lebih tepat dengan cara: bagaimana ia menyelesaikan persoalan dalam hidup nyata. Masih menurut Gardner, inteligensi seseorang itu dapat dikembangkan melalui pendidikan dan inteligensi itu banyak jumlahnya.
Bagi Howard Gardner, sebuah kemampuan dapat disebut inteligensi jika menunjukkan kemahiran dan keterampilan seseorang untuk menyelesaikan permasalahan dan kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya, untuk kemudian dapat menciptakan produk baru dan bahkan dapat menciptakan persoalan berikutnya yang memungkinkan pengembangan pengetahuan baru. Dengan demikian, kemampuan itu harus ada unsur pengetahuan dan keahlian. Kemampuan itu benar-benar mempunyai dampak, yakni dapat memecahkan permasalahan yang dialami dalam kehidupan nyata. Dan tidak berhenti disitu, kemampuan itu juga dapat menciptakan persoalan-persoalan lebih lanjut berdasarkan permasalahan yang dipecahkan, untuk mengembangkan pengetahuan yang lebih maju dan canggih. Seperti itulah deskripsi kemampuan yang dapat disebut sebagai inteligensi. Misalkan, kemampuan interpersonal, suatu kemampun untuk berinteraksi dan berelasi dengan orang lain. Orang yang memliki kemampuan interpersonal akan mampu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan hubungannya dengan orang lain. Bahkan sekaligus dengan kemampuan itu, ia akan semakin mengembangkan kemampuannya yang lebih berpola untuk meningkatkan relasi dengan orang lain, atau bahkan menjadi penengah dalam konflik-konflik masyarakat yang besar. Dengan perkembangan itu, akan ditemukan teori tentang relasi antar manusia yang lebih canggih. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa tidak semua kemampuan dapat disebut sebagai inteligensi.
Dalam menjalankan fungsinya, inteligensi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dengan adanya pengaruh dari faktor-faktor ini maka inteligensi akan semakin terlihat dan meningkat. Beberapa faktor yang memengaruhi inteligensi antara lain:
  •   Gen atau Keturunan
Seseorang yang memiliki orang tua yang keduanya atau salah satunya cerdas dan berinteligensi tinggi, maka tidak menutup kemungkinan seseorang itu berinteligensi tinggi pula. Atau jika kedua orang tua tidak berinteligensi tinggi, mungkin juga ada gen resesif (tersembunyi) yang tiba-tiba muncul, yang kemudian menjadikan anak memiliki inteligensi yang lebih dibanding kedua orang tuanya.
  •   Pengalaman
Adalah benar, sebuah pepatah yang menyatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Dengan berdasarkan pada pengalaman yang dimiliki seseorang, maka inteligensi yang dimiliki seseorang akan terkena dampaknya. Bisa jadi, dengan semakin beragamnya pengalaman yang dimiliki, maka inteligensi akan meningkat. Sebaliknya, jika memiliki pengalaman yang kurang, maka inteligensi akan mengalami sedikit rangsangan. Sehingga berdampak pada peningkatan inteligensi itu sendiri. Inteligensi akan cenderunag statis dan kurang meningkat.
  •   Latihan
Semakin sering seseorang melatih diri dan kemampuannya, maka inteligensinya pun semakin tinggi. Kebiasaan untuk berlatih tentunya akan berpengaruh pada kemampuan dan inteligensi yang dimiliki seseorang sebelumnya. Pun jika seseorang tidak membiasakan diri untuk berlatih, maka tidak menutup kemungkinan bahwa kemampuan dan inteligensi yang dimiliki sebelumnya akan tetap, berkurang atau bahkan perlahan memudar.
  •   Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor ekstern yang dapat berpengaruh  pada inteligensi seseorang. Apabila lingkungan yang ditinggali seseorang mendukungnya untuk mengembangkan inteligensi yang dimiliki, maka inteligensinya pun akan semakin meningkat. Demikian juga sebaliknya, apabila lingkungan tidak mendukung seseorang untuk meningkatkan inteligensinya, maka tentu saja inteligensi yang dimiliki seseorang itu sebelumnya tidak akan berkembang.
Ketika lingkungan memberikan banyak rangsangan untuk meningkatkan inteligensi seseorang, maka sudah dapat dipastikan jika inteligensi akan berkembang. Pun jika lingkungan kurang menyediakan rangsangan atau bahkan tidak memberi rangsangan pada seseorang untuk peningkatan inteligensi, maka tidak menutup kemungkinan bahwa inteligensi yang dimiliki akan cenderung tetap, berkurang atau bahkan memudar. Untuk itulah, hal yang sangat penting bagi kita untuk senantiasa memberikan rangsangan bagi diri kita, bagi anak-anak dan peserta didik untuk mengembangkan inteligensi. Hal ini bisa dibangun dengan mencoba memerikan dan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang dapat menggugah inteligensi. Sehingga dengan demikian, lingkungan akan benar-benar dapat mendukung peningkatan inteligensi setiap individu.
  •   Reward and Punishment
Seperti halnya dalam teori belajar yang menyebutkan bahwa reward and punishment dapat memengaruhi semangat dan minat belajar seseorang, maka dalam inteligensi pun berlaku demikian. Adanya reward and punishment dapat menggugah seseorang untuk mengembangkan inteligensi yang dimiliki sebelumnya.
Ketika seseorang mendapatkan reward atas inteligensi yang dimilikinya, maka kecenderungan untuk meningkatkan inteligensinya akan muncul. Hal ini tentu saja disebabkan keinginan orang itu untuk mendapatkan reward lagi, atau paling tidak ia akan tergugah untuk menunjukkan prestasi yang lebih baik lagi, terkait inteigensi yang dimilikinya.
Demikian juga jika ada punishment sebagai konsekuensi akan inteligensi yang ada, maka kecenderungan untuk memperbaiki serta meningkatkan inteligensi pun akan tumbuh. Karena, seseorang tentunya tidak ingin mendapat punishment yang kedua kalinya. Sehingga, ia akan terdorong untuk berupaya meningkatkan inteligensinya sendiri.
  •   Pola makan dan Asupan gizi
Tak dapat dipungkiri, makanan yang masuk ke dalam tubuh juga berpengaruh terhadap kondisi organ tubuh, tak terkecuali organ yang berkaitan erat dengan pembentukan serta pengembangan inteligensi. Sehingga secara otomatis, makanan dan asupan gizi ikut memengaruhi inteligensi. Jika makanan yang dikonsumsi berupa makanan yang nilai gizinya cukup dan seimbang, maka inteligensi pun dapat berkembang. Pun sebaliknya, jika asupan makanan tidak mendukung untuk peningkatan inteligensi, tentu saja inteligensi akan sulit berkembang pesat.
*****

Baca Selengkapnya ....

PENDIDIKAN INDONESIA: INOVASI VIS-A-VIS TRADISI (Menilik Kesigapan Pelaksanaan Rancangan Pengembangan Kurikulum 2013)

Posted by Lautan Hati Oela Friday 15 March 2013 0 comments


Kurang lebih empat bulan menjelang pemberlakuan kurikulum  2013, senyatanya masih  menyisakan resah dikalangan para pendidik dan praktisi pendidikan. Betapa tidak, konsep kurikulum yang didengung-dengungkan sebagai kurikulum saintifik, yang membentuk siswa menjadi analitik, suka mengamati, sigap bertanya, kritis dan memiliki daya cipta ini sejatinya tidak hanya menuntut kesigapan dan kompetensi pendidik, melainkan juga kesiapan dan kerjasama yang masif antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat.
Dengan kurun waktu kurang lebih 4 bulan ini, pada kenyataanya dapat menghadirkan berbagai tanya akan kesiapan dan kesigapan kita, serta semua elemen pendidikan dalam upaya implementasi kurikulum 2013. Mampukah kita menerapkan hal baru (inovasi) yang merupakan pengembangan dari konsep sebelumnya? Atau terjerembab dalam konsep (tradisi) yang selama ini kita anut dan telah melekat erat? 

Sebuah Catatan Tentang Rancangan Pengembangan Kurikulum 2013
Pada dasarnya, kurikulum yang akan diterapkan pada tahun ini merupakan pengembangan dari konsep kurikulum sebelumnya; dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan ketrampilan secara terpadu. Dalam kerangka konsep Rancangan Pengembangan Kurikulum 2013, proses pembelajaran diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang kompeten, yang secara sosio-eko-kultural, akan mampu menjawab kebutuhan individu, masyarakat, bangsa, dunia, dan peradaban. Sehingga lulusan itu mewujud dalam pribadi yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia, menjadi pembelajar yang sukses, individu yang mandiri, warga negara yang bertanggung jawab sekaligus sebagai kontributor peradaban yang efektif.
Berdasarkan bahan Uji Publik Kurikulum 2013, maka standar kompetensi lulusan dalam domain pengetahuan, dicanangkan bahwa peserta didik sekurang-kurangnya mampu memiliki pengetahuan yang faktual, konseptual, prosedural dan meta kognitif.
Secara prinsipil, elemen perubahan pada kurikulum 2013 untuk SD adalah: holistik, tematik-integratif berfokus pada alam, sosial dan budaya; pembelajaran dilaksanakan dengan pendekatan sains; jumlah mata pelajaran dari 10 menjadi 6; dan jumlah jam bertambah 4 jam pelajaran/minggu. Sedangkan untuk SMP: TIK menjadi media semua mata pelajaran; pengembangan diri terintegrasi pada setiap mata pelajaran; jumlah mata pelajaran dari 12 menjadi 10; dan jumlah jam bertambah 6 jam pelajaran/minggu. Kemudian, untuk SMA: ada mata pelajaran wajib ada mata pelajaran pilihan; ada pengurangan mata pelajaran yang harus diikuti siswa; dan jumlah jam bertambah 2 jampelajaran/minggu.
Secara filosofis, untuk jenjang pendidikan dasar, kurikulum 2013 tidak menempatkan IPA dan IPS sebagai disiplin ilmu, melainkan sebagai sumber kompetensi untuk membentuk sikap ilmuwan dan kepedulian dalam berinteraksi sosial dan dengan alam secara bertanggung jawab.
Kendati memiliki konsep yang cukup bagus, kurikulum 2013 senyatanya tak luput dari kritik. Salah satu yang “menarik” dalam kurikulum 2013 adalah pengintegrasian IPA dan IPS kedalam semua mata pelajaran, menggunakan IPA-IPS sebagai materi pembahasan pada semua mata pelajaran. Hal ini tentu akan berdampak pada menumpuknya materi. Disamping itu, pengintegrasian IPA dan IPS dalam mata pelajaran lain berpotensi bertentangan dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 1, yang menyebutkan bahwa; Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, IPA, IPS, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal.
Terkait dengan pendekatan yang digunakan, pendekatan tematik integratif dan orientasi pada pembentukan karakter dalam kurikulum 2013 senyata menuntut metode assessment baru. Raport yang hanya berwujud angka –seperti yang berlaku sekarang ini— sejatinya tidak akan mampu memotret secara utuh progress prestasi siswa. Setidaknya, diperlukan raport kognisi yang memotret kemampuan akademis siswa, dan raport portopolio, yang yang merekam hasil dan proses belajar siswa. Karena sesuai dengan konsepnya, kurikulum 2013 ini mengevaluasi proses hingga akhir pembelajaran.
Satu hal lain yang mengganjal dalam kurikulum 2013 adalah, tidak memberikan ruang pembahasan yang dalam terhadap UN. Padahal selama UN masih ada, maka akan selalu ada tingkat kelas akhir yang ‘bertegangan tinggi’ untuk serius mempersiapkan diri menghadapi UN. Hal ini kemudian akan menjadi paradoksal, karena pembelajaran tematik integratif tidak lagi berlaku di kelas ini. Mereka akan lebih berorientasi pada ‘belajar untuk beradaptasi dengan soal-soal UN’, agar sukses dalam UN.
Yang juga harus dicermati lagi dalam upaya penerapan kurikulum 2013 yakni, kesiapan dan kesigapan guru dalam menjalankan konsep ini. Karena, yang menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan kurikulum 2013 bukanlah Pak Manteri atau pejabat Departemen Pendidikan, melainkan para guru. Sejauh mana para guru memahami dan mampu menerjemahkan konsep baru ini kedalam tataran praksis pembelajaran.....?
Kendatipun ada pelatihan bagi guru—‘master teacher’, waktu yang diagendakan untuk pelatihan tersebut cukup singkat, hanya sekitar tiga minggu di liburan semester. Mampukah guru mengubah metode penyampaian yang selama ini mereka anut? Hal ini masih jadi permasalahan yang tidak ringan.
Pengembangan Kurikulum Pendidikan; Antara Inovasi dan Tradisi
Kurikulum merupakan elemen strategis dalam upaya pelayanan program pendidikan. Kurikulum yang baik akan mampu menghasilkan proses dan produk pendidikan yang baik. Sebaliknya, kurikulum yang buruk akan membuahkan proses dan produk yang buruk pula. Demi mendapatkan yang terbaik, kurikulum pun membutuhkan sebuah pengembangan. Namun demikian, mengembangkan kurikulum yang konsisten dari hulu ke hilir bukanlah hal mudah. Dan, lebih tidak mudah lagi dalam mengimplementasikannya. Apalagi jika perubahan kurikulum itu tidak disertai dengan penyiapan lapangan yang baik.
Sejatinya, perubahan kurikulum tidak hanya sekedar pergantian dokumen. Namun juga akan berimplikasi pada perubahan paradigma, kemampuan, dan kebiasaan lama yang telah mengakar, menuju pada yang baru. Ketika kurikulum baru (tematik-integratif) diberlakukan, maka pelaksana kurikulum sudah harus mampu mengubah paradigma dan kebiasaan lamanya, menyesuaikan dengan perubahan yang ada.
Akan tetapi, jika telah ada perubahan kurikulum dan pelaksananya masih menggunakan paradigma serta kebiasaan lama, maka yang patut dipertanyakan adalah; dapatkah ketegangan antara inovasi (perubahan kurikulum pembelajaran) dan tradisi (mengajar dengan kebiasaan lama ) itu terjembatani??? Wallahua’lam...
*******

Baca Selengkapnya ....

Lirik Lagu Judika: Mama Papa Larang (MaPaLa)

Posted by Lautan Hati Oela Saturday 2 March 2013 0 comments

Masih berkutat dengan syair-syair romantisme, Judika kembali meluncurkan lagu cintanya. Manis, romantis, dan enak didengar telinga….

Judika : Mama Papa Larang

Separuh nafasku kuhembuskan untuk cintaku

Biar rinduku sampai kepada bidadariku

Kamu sgalanya

tak terpisah oleh waktu

biarkan bumi menolak, ku tetap cinta kamu

Biar mama mu tak suka, papamu juga melarang

Walau dunia menolak, ku tak takut

Tetap kukatakan ku cinta dirimu

Karena kamu bintang di hatiku

Tak ‘kan ada yang lain mampu goyahkan rasa cintaku padamu

Sudah jangan kau usik lagi

cinta yang tertanam di hati

Akan ku bawa sampai mati

%%%%%


Baca Selengkapnya ....
Cara Buat Email Di Google | Copyright of Lautan Hati Oela.