Setiap individu merupakan pribadi yang unik dan
berbeda antara satu dengan yang lain. Tak terkecuali dalam proses serta hasil
belajar, setiap individu memilki perbedaan dalam melalui dan mencapai
proses-hasil belajar. Ada beberapa individu yang mengalami proses belajar
dengan baik dan maksimal. Namun juga ada individu yang mengalami gangguan dalam
belajarnya atau biasa disebut dengan kesulitan belajar.
Kesulitan belajar berasal dari istilah
learning disability , yang arti
sesungguhnya adalah ketidakmampuan belajar. Akan tetapi, dalam negara kita
istilah ‘kesulitan belajar’ lebih sering dipakai dan dianggap lebih tepat
dibanding dengan ‘ketidakmampuan belajar.’ Dan yang pasti, istilah kesulitan
belajar dinilai lebih optimistik daripada ketidakmampuan belajar. Sehingga di
Indonesia, learning disability lebih
diterjemahkan dengan kesulitan belajar.
Definisi kesulitan belajar atau learning disability dikemukakan pertama
kalinya di Amerika Serikat pada kisaran tahun 1997. Pemerintah Amerika Serikat
mengalami berbagai perubahan dalam mendefinisikan learning disability. Hal ini dikarenakan adanya berbagai ketidak
sepahaman dalam memahmi istilah tersebut. Sehingga kerap muncul kritik atas
definisi istilah itu yang kemudian melahirkan definisi-definisi baru.
Di Indonesia pun belum terdapat
definisi yang baku akan istilah kesulitan belajar. Istilah yang diadopsi dari learning disability itu pun memiliki
definisi yang sama dengan definisi yang telah dikemukakan di Amerika. Meskipun
terdapat berbagai definisi kesulitan belajar atau learning disability, namun dapat ditemukan beberapa kesamaan dalam
definisi yang telah ada.
Kesulitan belajar adalah sekelompok
kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam
kemahiran dan penggunaaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca,
menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut
intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi syaraf pusat.
Di Indonesia yang masih tidak ada
definisi baku tentang kesulitan belajar akhirnya menunjukkan bahwa, setiap anak
yang memperoleh prestasi belajar rendah, maka para guru pun akan menyebutnya
sebagai siswa berkesulitan belajar.
Salah satu penyebab kesulitan belajar
yang diduga berasal dari adanya disfungsi neurologis atau syaraf pusat inilah
yang akhirnya menjadikan istilah kesulitan belajar tidak bisa disamakan dengan
tuna grahita atau retardasi mental. Namun demikian, kesulitan belajar bisa saja
terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang menggangu, misalnya ganguan
sensoris, tuna grahita, hambatan sosial dan emosional.
Beberapa hal yang mengindikasikan
kesulitan belajar pada seorang anak atau individu antara lain:
a. kemungkinan adanya disfungsi
neurologis
b. adanya kesulitan dalam
tugas-tugas akademik
c. adanya kesenjangan antara
prestasi dengan potensi
d. adanya pengeluaran dari
sebab-sebab lain atau pengaruh lingkungan
Disamping disfungsi neurologis,
terdapat pengaruh lingkungan yang diduga menjadi penyebab timbulnya kesulitan
belajar, misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat dan/atau
strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak
membangkitkan motivasi belajar seseorang atau peserta didik, pemberian ulangan
penguatan (reinforcement) yang tidak
tepat, tuntutan-tuntutan dari lembaga pendidikan dan/atau upaya mengajarkan
sesuatu yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan seorang anak serta faktor-faktor
psikogenik.
Disfungsi neurologis yang menjadi
penyebab utama kesulitan belajar senyatanya juga dapat menyebabkan tunagrahita
dan gangguan emosional. Beberapa faktor yang menyebabkan disfungsi neurologis
yang pada gilirannya akan menyebabkan kesulitan belajar antara lain:
a. faktor genetik
b. luka pada otak karena trauma
fisik atau karena kekurangan oksigen
c. biokimia yang hilang
(misalnya biokimia yang diperlukan untuk memfungsikan syaraf pusat)
d. biokimia yang dapat merusak
otak ( misalnya zat pewarna pada makanan)
e. pencemaran lingkungan
(misalnya pencemaran timah hitam)
f. gizi yang tidak memadai
g. pengaruh-pengaruh psikologis
dan sosial yang dapat merugikan perkembangan anak (deprivasi lingkungan)
Apabila ditinjau dari aspek psikologi
perkembangan, kesulitan belajar disebabkan oleh adanya kelambatan kematangan
dari suatu fungsi neurologis. Oleh sebab itu, kesulitan belajar bersifat
sementara sehingga banyak diantara anak-anak berkesulitan belajar yang tidak
lagi memperlihatkan gejala-gejala kesulitan belajar setelah mereka remaja atau
dewasa.
Secara garis besar, kesulitan belajar
dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu:
a. kesulitan belajar yang
berhubungan dengan perkembangan (developmental
learning disability);
Kesulitan belajar jenis ini mencakup
gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi serta
kasulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar ini
sukar diketahui, baik oleh orang tua atau guru, karena tidak ada
pengukuran-pengukuran sistematik seperti halnya dalam bidang akademik.
b. kesulitan belajar akademik (academic learning disability);
Kesulitan belajar jenis ini
menunjukkan pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang
sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut meliputi
penguasaan ketrampilan dalam membaca, menulis dan matematika.
Berbeda dengan kesulitan belajar yang
berhubungan dengan perkembangan, kesulitan belajar akademik ini dapat dengan
mudah diketahui. Hal ini dikarenakan oleh adanya standar atau pengukuran
sistematiknya, sehingga individu yang mengalami kesulitan belajar akademik
dapat diketahui ketika ia gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan
akademik.
Kesulitan
belajar sebenarnya dapat diatasi atau ditangggulangi. Bahkan, ketika diketahui
penyebab atau telah mengidentifikasi secara dini maka kesulitan belajar dapat
dicegah sehingga tidak semakin parah.
Ada beberapa jalan yang bisa ditempuh
untuk menanggulangi kesulitan belajar. Diantara beberapa solusi yang dapat
digunakan untuk masalah kesulitan belajar adalah :
a.
remedial teaching
Program pengajaran remedial atau remedial teaching pada hakikatnya adalah
sebuah kewajiban bagi para guru/pendidik setelah mereka mengadakan evaluasi
formatif dan menemukan beberapa peserta didik yang belum dapat meraih tujuan
belajar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam setiap akhir kegiatan
pembelajaran, pada tiap unit pelajaran selalu diadakan tes formatif demi
mengetahui kemampuan dan hasil belajar peserta didik. Dalam evaluasi tersebut
akan diperoleh peserta didik yang dianggap belum tuntas atau belum mampu
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Setelah adanya
evaluasi tersebut, peserta didik yang belum menguasai bahan pelajaran diberikan
pengajaran remedial. Hal ini dimaksudkan agar tujuan belajar yang telah
ditetapkan sebelumnya dapat dicapai.
Kendati demikian, tak dapat dipungkiri
juga bahwa masih ada saja peserta didik yang belum berhasil atau bahkan
mengalami kegagalan dalam pembelajaran, meskipun telah mendapatkan program
pengajaran remedial. Untuk kasus seperti ini biasanya dialami oleh anak
berkesulitan belajar. Dan, tidak mungkin guru reguler atau guru kelas
terus-menerus membantu para peserta didik atau anak-anak semacam itu. Maka
kemudian, pemberian pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar
hendaknya diserahkan kepada guru yang memiliki keahlian khusus dalam pelayanan
pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Guru tersebut biasa dikenal dengan
guru remedial (remedial teacher).
Dengan demikian, dalam sebuah lembaga pendidikan idealnya memiliki dua jenis
guru, yakni guru reguler (baik guru kelas atau guru bidang studi) dan guru
remedial yang khusus menangani dan memberikan pelayanan pendidikan serta
pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar.
Sebelum memberikan remedial
teaching, seorang guru seyogyanya menegakkan diagnosis kesulitan belajar,
yaitu menentukan jenis dan penyebab kesulitan belajar serta alternatif strategi
pengajaran remedial –yang efektif dan efisien—yang akan diberikan kemudian.
Dengan demikian, pemberian remedial
teaching pada para peserta didik atau anak akan mendatangkan hasil yang
diharapkan, sehingga tujuan belajar dapat tercapai serta anak/peserta didik
akan mengalami keberhasilan dalam pembelajaran.
b. asesmen
Asesmen adalah suatu proses
pengumpulan informasi tentang seorang anak/peserta didik, yang kemudian akan
digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan
anak/peserta didik tersebut.
Tujuan utama dari suatu asesmen adalah
untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
merencanakan program pembelajaran bagi anak yang memiliki kesulitan belajar.
Terkait upaya penanggulangan
kesulitan belajar, asesmen dilakukan
untuk lima keperluan:
a.) penyaringan (screening)
anak-anak/peserta didik berkesulitan
belajar disuatu lembaga pendidikan diidentifikasi untuk menentukan anak/peserta
didik mana yang memerlukan pemeriksaan yang lebih komprehensif.
Dalam screening ini dilakukan evaluasi sepintas, misalnya melalui
observasi informal oleh guru, untuk menentukan siapa diantara anak-anak/peserta
didik yang memerlukan evaluasi intensif
b.) pengalihtanganan (referral)
berdasarkan hasil evaluasi pada tahap screening, anak-anak/peserta didik
kemudian dialih tangankan (referral)
pada seorang ahli, misalnya psikolog atau dokter untuk memperoleh
pemeriksaan lebih lanjut.
c.) klasifikasi (classification)
melalui hasil pemerikasaan dari
seorang ahli, baik psikolog maupun dokter tersebutlah anak/peserta didik kemudian
diklasifikasikan untuk menentukan apakah mereka benar-benar memerlukan
pelayanan dan penanganan khusus.
d.) perencanaan pembelajaran (instructional planning)
dalam tahap ini asesmen dilakukan demi
penyusunan program pengajaran individual
e.) pemantauan kemajuan belajar
anak (monitoring pupil progress)
pada tahap ini asesmen dapat dilakukan
dengan menggunakan tes formal, informal, observasi dan prosedur asesmen yang
didasarkan pada kurikulum.
Proses pengumpulan
informasi atau asesmen ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
melalui wawancara, observasi, pemgukuran informal dan tes baku formal. Berbagai
metode pengumpulan informasi tersebut hendaknya tidak dilakukan secara
sendiri-sendiri tetapi secara simultan. Pada waktu melakukan wawancara
misalnya, dapat dilakukan observasi; begitu juga pada saat anak/peserta didik
sedang mengerjakan tes baku formal.
Berdasarkan informasi
yang diperoleh dari proses asesmen itulah kemudian dapat diambil berbagai
tindak lanjut, baik berupa proses pembelajaran yang akan dipakai untuk anak/peserta
didik berkesulitan belajar, ataupun penanganan lainnya terkait anak/peserta
didik berkesulitan belajar.
c. program pendidikan
individual
Program Pendidikan Individual atau Individualized Education Program adalah
suatu program yang dikhususkan bagi anak/peserta didik yang memiliki masalah
kesulitan belajar. Program ini merupakan bentuk pelayanan dari Pendidikan Luar
Biasa bagi peserta didik/anak berkesulitan belajar. Namun sayangnya, di
Indonesia program ini masih belum banyak dikenal dan diterapkan.
Dalam prakteknya, program pendidikan
individual ini dikembangkan oleh guru PLB yang bertugas di lembaga pendidikan
atau sekolah biasa. Program pendidikan individual ini diadakan bukan tanpa
alasan. Dalam keberadaannya, program pendidikan individual ini senyatanya
bermanfaat untuk menjamin bahwa setiap anak dan/atau peserta didik yang
memiliki masalah kesulitan belajar mempunyai suatu program yang diindividualkan
untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan khas mereka dan mengkomunikasikan program
tersebut kepada orang-orang yang berkepentingan dalam bentuk tertulis. Program
semacam itu diharapkan dapat membantu para guru/pendidik untuk mengadaptasikan
program umum dan/atau program khusus bagi anak berkesulitan belajar, yang
bertolak dari kekuatan, kelemahan dan minat anak.
Program pendidikan indivisual ini
seharusnya memuat lima pernyataan, yakni pernyataan tentang:
a.) taraf kemampuan anak/peserta
didik saat ini
b.) tujuan pembelajaran umum dan
penjabarannya dalam tujuan pembelajaran khusus
c.) pelayanan khusus yang
tersedia bagi anak/peserta didik
d.) proyeksi tentnag kapan
dimulainya kegiatan dan waktu yang digunakan untuk memberikan pelayanan
e.) prosedur evaluasi dan
kriteria keberhasilan program
Sebelum diterapkan, program pendidikan
individual harus dievaluasi kelayakannya terlebih dahulu. Evaluasi ini dilakukan
oleh suatu tim yang disebut dengan TP-3I (Tim Penilai Program Pendidikan
Individual), yang beranggotakan guru PLB yang mempunyai keahlian khusus dalam
bidang pendidikan bagi anak/peserta didik berkesulitan belajar, guru reguler
(guru kelas atau guru bidang studi), kepala sekolah, orang tua, ahli yang
berkaitan dengan anak (dokter dan psikolog), serta –kalau
memungkinkan—anak/peserta didik itu sendiri.
Dalam merancang program pendidikan
individual, terdapat beberapa langkah yang perlu diambil, diantaranya adalah:
a.) membentuk Tim Penilai Program
Pendidikan Individual (TP-3I)
b.) menilai kekuatan, kelemahan
serta minat anak/peserta didik
c.) mengembangkan tujuan jangka
panjang dan tujuan jangka pendek
d.) merancang metode dan prosedur
pencapaian tujuan
e.) menentukan metode evaluasi
untuk mengetahui kemajuan anak/peserta didik
d. pengembangan metode dan
strategi pembelajaran yang beragam
metode dan strategi dalam pembelajaran
merupakan hal penting dalam upaya penanganan dan penanggulangan anak/peserta
didik yang memiliki masalah kesulitan belajar. Dengan mengembangkan metode dan
strategi belajar-mengajar yang tepat, efektif dan efisien, anak/peserta didik
diharapkan mampu mencerna bahan pelajaran dengan baik sehingga tak lagi
terjerat dalam masalah kesulitan belajar.
Tiga rancangan pembelajaran yang dapat
dicoba diterapkan dalam menangani dan menanggulangi anak/peserta didik
berkesulitan belajar antara lain:
a.) melatih proses yang kurang
metode ini merupakan upaya untuk
memperbaiki proses (bagian pelajaran/bab-sub bab) yang kurang atau memperbaiki
ketidakmampuan anak/peserta didik serta menyiapkan mereka untuk belajar lebih
lanjut.
Manfaat dari metode ini adalah untuk
membantu anak/peserta didik membangun dan mengembangkan berbagai fungsi
pemrosesan yang lemah melalui latihan.
b.) mengajar melalui proses yang
disukai
pendekatan ini menggunakan modalitas
kekuatan anak sebagai dasar strategi pembelajaran. Anak/peserta didik yang
menyukai modalitas pendengaran sebagai sarana untuk belajar, diajar dengan
menggunakan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada penggunaan indra
pendengaran. Anak/peserta didik yang lebih menyukai modalitas penglihatan,
diajar dengan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada penggunaan
indera penglihat. Dan, anak/peserta didik yang lebih menyukai modalitas gerak,
diajar melalui strategi pembelajaran yang mengutamakan gerakan.
c.) pendekatan kombinasi
pendekatan pengajaran ini merupakan
kombinasi dari dua pendekatan sebelumnya. Alasan diterapkannya metode ini
adalah, guru tidak hanya perlu menekankan pada kekuatan pemrosesan, tetapi juga
secara bersamaan psikologis memberikan landasan yang berguna dalam bidang
kesulitan belajar.
Pendekatan pengajaran kombinasi ini
memungkinkan guru untuk berupaya mengajar anak/peserta didik berkesulitan
belajar, meskipun untuk itu guru harus bekerja keras.
*****