selamat berkunjung di lautan hati,
tempat berbagi, menyelami, memberi
...
just have fun.



Menakar Transformasi Seni Budaya di Kota Mangga

Posted by Lautan Hati Oela Tuesday 26 June 2012 0 comments

 

Sebagai salah satu kota yang sepanjang sejarah perjalanannya menampung ragam masyarakat dengan etnis berbeda, senyatanya telah membuat Probolinggo menjadi kota dengan budaya pendalungan. Sejatinya, istilah pendalungan masih sulit dijelaskan maknanya secara definitif dan pasti. Namun secara umum, pendalungan merupakan percampuran budaya antar etnis, terutama etnis dominan Jawa dan etnis dominan Madura di wilayah Jawa Timur. Dan, Kota Probolinggo yang merupakan daerah tapal kuda ini termasuk kawasan kebudayaan pendalungan –akulturasi budaya Jawa dan Madura— dengan budaya Madura yang lebih dominan.

Kota yang pada zaman Majapahit dikenal dengan nama “Banger” ini telah berhasil mengundang banyaknya pendatang. Para penduduk dari berbagai etnik yang menetap di kawasan ini pada akhirnya menjadikan penduduk kota Probolinggo sangat heterogen. Keberagaman masyarakat inilah yang pada gilirannya akan berdampak pada adat, bahkan seni budaya yang berkembang. Tak dapat dipungkiri, bertemunya berbagai suku bangsa yang menjadi penduduk wilayah Probolinggo menyebabkan munculnya sebuah budaya yang relatif unik. Bahkan dalam membincang kesenian pun –yang merupakan bagian integral dari sebuah budaya— Probolinggo sejatinya memiliki beragam seni yang menarik. Seiring perputaran waktu, maka seni yang lahir dan tumbuh di kota berbudaya pendalungan ini juga mengalami sentuhan modernitas yang tak dapat dielakkan.

Transformasi-Modernisme yang peka zaman

Sejatinya terdapat berbagai seni yang menjadi kekayaan kota dengan penghasil buah mangga ini yang tak terelakkan dari pengaruh arus modernisme. Sedikit di antaranya adalah Jaran Bhodag, Tari Lengger, Petik Laut, dan Ludruk yang tak luput dari perubahan dan perkembangan, sebagai tuntutan sekaligus konsekuensi logis dari perubahan zaman.

jaran bodhagJaran Bhodag merupakan salah satu kesenian kota Probolinggo yang pernah menghilang, tergerus zaman untuk beberapa saat. Kini, Jaran Bodhag kembali semarak. Secara etimologi Jawa, jaran berarti kuda, sedangkan bodhag berarti wadah atau bentuk lain. Pada dasarnya, Jaran Bodhag ini kesenian yang merupakan peranakan (hybrid) dari Jaran Kencak. Jika Jaran Kencak tampilannya menggunakan jaran (kuda) asli dengan penari yang diiringi musik, maka Jaran Bodhag ini telah ditransformasikan menjadi tampilan penari yang hanya membawa kuda tiruan dari bahan rotan dan kayu. Pembuatan kuda tiruan dari rotan itu pun dapat dimodifikasi seperlunya, dengan catatan bahwa tidak akan mengubah karakter yang ada. Perputaran dan tuntutan zaman lah yang mendorong adanya transformasi dari penggunaan kuda asli menjadi tiruan, di samping juga kondisi masyarakat sendiri. Konon, dahulu pada kalangan masyarakat miskin yang tidak mampu menyewa kuda asli, mereka memodifikasi kuda tiruan dari rotan. Maka tersebutlah Jaran Bodhag, yang kini mulai semarak lagi dan digemari. Jadi, jika menilik kembali arti Jaran Bodhag, maka dapat ditafsir bahwa Jaran Bodhag adalah bentuk lain dari jaran kencak (kuda yang menari).

lenggerKesenian lain yang dimiliki kota Probolinggo adalah tari Lengger, yang kerap kali dimainkan di pasar Mangunharjo Probolinggo. Mulanya, kesenian Lengger tercipta sebagai tari ritual yang berfungsi menolak bala’ dan sebagai media ruwatan. Seiring berjalannya waktu, Lengger pun mengalami perkembangan-perubahan. Lengger akhirnya mewujud sebagai tari tradisional yang dimodifikasi jadi tari yang lebih baik, dengan beberapa sentuhan modernitas tentunya. Seorang penari Lengger dituntut untuk mampu menyanyi sekaligus menari, dengan gerakan yang lincah dan dinamis, sesuai ciri khas-identitas daerah. Lengger harus bisa membawakan tembang-tembang Jawa dan Madura dengan iringan musik yang sederhana. Bahkan sekarang, Lengger bisa mengadaptasi (dengan improvisasi—modifikasi) ragam lagu, –pop misalnya— yang bisa di request langsung oleh penanggap atau penyewa. Lagi-lagi, tuntutan zaman yang kemudian mendorong terciptanya kreativitas untuk sebuah transformasi seni di kota ini.

petik laut

Probolinggo sebagai daerah pesisir senyatanya tak luput dari seni—tradisi Petik Laut. Pada dasarnya, petik laut merupakan sebuah ritual yang dilakukan para nelayan, sebagai rasa syukur kepada Tuhan sekaligus memohon berkah rezeki dan keselamatan. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan, demi memeriahkan tradisi ini maka kemudian disertakan beberapa kegiatan lain, misalnya khataman, lomba perahu hias dan hiburan-hiburan, yang kemudian mengiringi ‘petik laut’. Demikianlah sebuah transformasi seni yang terjadi, namun tidak mengubah seutuhnya akan esensi, makna dan tujuan seni itu sendiri.

Upaya Penyadaran dan Pelestarian: Sebuah Tantangan

Terkait seni-budaya di kota Probolinggo dengan perkembangan dan transformasinya, maka hal yang tak kalah penting untuk diperbincangkan adalah kesadaran akan kepemilikan dan usaha untuk mempertahankan eksistensi seni-budaya itu sendiri. Sekalipun terdapat perubahan mendasar dalam kesenian, baik dalam gerak seni, kostum maupun syair dan hal-hal lain yang dimodifikasi, selama tidak mengarah pada hal negatif dan masih memegang esensi serta ‘messages’ yang akan disampaikan, bukankah transformasi itu tidak merugikan? Dan lagi, ketika sebuah transformasi seni-budaya dihadirkan sebagai upaya mempertahankan ‘kelanjutan nafas’ kesenian itu sendiri, maka sangat wajar jika ada apresiasi untuk hal ini. Sehingga kemudian, demi mencapai tujuan yang positif dalam berkesenian-berbudaya, sungguh transformasi-modernisasi yang disesuaikan dengan zaman tidak dapat dinegasikan begitu saja.

Masalahnya kemudian adalah, ketika transformasi dinilai baik dan positif, mampukah masyarakat dan generasi penerus-putra daerah mempunyai rasa memiliki akan budaya dan seni, sehingga kemudian tumbuh keinginan untuk melestarikannya. Karena segetol apapun pemerintah daerah berupaya menggali dan melestarikan budaya—kesenian yang dimiliki, jika masyarakat serta generasi muda penerusnya an sich dan terlihat apatis, tentu hasil yang didapat tidak sesuai harapan. Untuk itulah, upaya menghadirkan rasa kepemilikan dan melestarikan seni-budaya adalah tantangan bagi semua lapisan masyarakat, dan bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah semata.

Yang menjadi penting untuk diperhatikan kemudian adalah, mampukah kita semua menghadirkan rasa memiliki sekaligus berupaya mempertahankan-melestarikan seni budaya kita? Dengan keberadaan kita sebagai masyarakat, pemuda, putra daerah, pelajar, dan/atau pengabdi kota Probolinggo, masihkah bersedia untuk ‘mengenal’ dan berbangga dengan seni budaya kita, di tengah deru perkembangan zaman dan teknologi? Mampukah kita setia memilih atau setidaknya ‘melirik’ karya seni dan budaya kota kita, ketika muncul beragam jenis hiburan yang ditawarkan berbagai media dan teknologi masa kini???

@@@@@


Baca Selengkapnya ....

Kebahagiaan Yang Nyata

Posted by Lautan Hati Oela Friday 8 June 2012 0 comments

 

Yang Maha Agung.....

Takkah kau lihat kebimbangan ini?

Yang Maha Bijaksana.....

Takkah Kau rasa keresahan ini?

Yang Maha Sempurna.....

Takkah Kau dengar permohonan ini?

Gusti Ilahi.....

Yang Maha Mulia

Segala bimbang ini mengalir tanpa henti

Semua resah ini merekah tiada arah

Setiap permohonan ini menghiba tak terhingga

Gusti Ilahi.....

Yang Maha diatas segala Maha

Sempurnakanlah semuanya

Sempurnakan bimbang, resah dan permohonan

Menjadi kebahagiaan yang nyata abadi

*****


Baca Selengkapnya ....

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA (makalah)

Posted by Lautan Hati Oela Wednesday 6 June 2012 1 comments

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Disusun sebagai tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:

Dr. H. Azhar Haq, MPdI

Disusun Oleh:

S. Shoimatul Ula 2011.XI.79.0557

M. Nursiwan 2011.XI.79.0591

Muslihatur Rahmah 2011.XI.79.0602

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

STAI ALKHOZINY

SIDOARJO

2012

 

 

 

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan bagian yang inhern dalam kehidupan manusia. Dan, manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan. Karena hal itulah, maka pendidikan merupakan sebuah proses yang sangat vital dalam kelangsungan hidup manusia. Tak terkecuali pendidikan Islam, yang dalam sejarah perjalanannya memiliki berbagai dinamika. Eksistensi pendidikan Islam senyatanya telah membuat kita terperangah dengan berbagai dinamika dan perubahan yang ada.

Berbagai perubahan dan perkembangan dalam pendidikan Islam itu sepatutnya membuat kita senantiasa terpacu untuk mengkaji dan meningkatkan lagi kualitas diri, demi peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan Islam di Indonesia. Telah lazim diketahui, keberadaan pendidikan Islam di Indonesia banyak diwarnai perubahan, sejalan dengan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Sejak dari awal pendidikan Islam, yang masih berupa pesantren tradisional hingga modern, sejak madrasah hingga sekolah Islam bonafide, mulai Sekolah Tinggi Islam sampai Universitas Islam, semua tak luput dari dinamika dan perubahan demi mencapai perkembangan dan kemajuan yang maksimal. Pertanyaannya kemudian adalah sudahkah kita mencermati dan memahami bagaimana kemunculan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, untuk kemudian dapat bersama-sama meningkatkan kualitasnya, demi tercipta pendidikan Islam yang humanis, dinamis, berkarakter sekaligus juga tetap dalam koridor Alqur’an dan Assunah.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dicoba untuk dikaji dan digali, sehingga diharapkan mampu menambah wawasan terkait pendidikan Islam dan eksistensinya di Indonesia. Beberapa rumusan masalah tersebut di antaranya:

1. Bagaimana akar dan awal mula pendidikan Islam di Indonesia?

2. Apa saja jenis lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia?

3. Bagaimana perkembangan pendidikan Islam di Indonesia

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

A. Pesantren; Akar Pendidikan Islam di Indonesia

Terkait kemunculan dan masuknya Islam di Indonesia, sampai saat ini masih menjadi kontroversi di kalangan para ilmuwan dan sejarawan. Namun demikian, mayoritas dari mereka menduga bahwa Islam telah diperkenalkan di Indonesia sekitar abad ke-7 M oleh para musafir dan pedagang muslim, melalui jalur perdagangan dari Teluk Parsi dan Tiongkok. Kemudian pada abad ke-11M sudah dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk di kepulauan Nusantara melalui kota-kota pantai di Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Maluku. Dan, pada abad itu pula muncul pusat-pusat kekuasaan serta pendalaman studi ke-Islaman. Dari pusat-pusat inilah kemudian akhirnya Islam dapat berkembang dan tersebar ke seluruh pelosok Nusantara. Perkembangan dan perluasan Islam itu tidak lain melalui para pedagang muslim, wali, muballigh dan ulama’ dengan cara pendirian masjid, pesantren atau dayah atau surau.

Pada dasarnya, pendidikan Islam di Indonesia sudah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal, pendidikan Islam dimulai dari kontak-kontak pribadi maupun kolektif antara muballigh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas muslim daerah terbentuk di suatu daerah tersebut, mereka membangun tempat peribadatan dalam hal ini masjid. Masjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama muncul, di samping rumah tempat kediaman ulama’ atau muballigh.

Setelah penggunaan masjid sudah cukup optimal, maka kemudian dirasa perlu untuk memiliki sebuah tempat yang benar-benar menjadi pusat pendidikan dan pembelajaran Islam. Untuk itu, muncullah lembaga pendidikan lainnya seperti pesantren, dayah ataupun surau. Nama–nama tersebut walaupun berbeda, tetapi hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan.

Pesantren sebagai akar pendidikan Islam, yang menjadi pusat pembelajaran Islam setelah keberadaan masjid, senyatanya memiliki dinamika yang terus berkembang hingga sekarang. Menurut Prof. Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

Pesantren sejatinya telah berkiprah di Indonesia sebagai pranata kependidikan Islam di tengah-tengah masyarakat sejak abad ke-13 M, kemudian berlanjut dengan pasang surutnya hingga sekarang. Untuk itulah, tidak aneh jika pesantren telah menjadi akar pendidikan Islam di negeri ini. Karena senyatanya, dalam pesantren telah terjadi proses pembelajaran sekaligus proses pendidikan; yang tidak hanya memberikan seperangkat pengetahuan, melainkan juga nilai-nilai (value). Dalam pesantren, terjadi sebuah proses pembentukan tata nilai yang lengkap, yang merupakan proses pemberian ilmu secara aplikatif.

Menurut Muhammad Tolhah Hasan dalam bukunya Dinamika Tentang Pendidikan Islam, disebutkan bahwa komponen-komponen yang ada dalam pesantren antara lain:

a. Kyai, sebagai figur sentral dan dominan dalam pesantren, sebagai sumber ilmu pengetahuan sekaligus sumber tata nilai.

b. Pengajian kitab-kitab agama (kitab kuning), yang disampaikan oleh Kyai dan diikuti para santri.

c. Masjid, yang berfungsi sebagai tempat kegiatan pengajian, disamping menjadi pusat peribadatan.

d. Santri, sebagai pencari ilmu (agama) dan pendamba bimbingan Kyai.

e. Pondok, sebagai tempat tinggal santri yang menampung santri selama mereka menuntut ilmu dari Kyai.

Sedangkan dalam proses pembelajaran dan proses pendidikan, di pesantren menggunakan dua sistem yang umum, yakni:

a. Sistem “sorogan” yang sifatnya individual, yakni seorang santri mendatangi seorang guru yang akan mengajarkan kitab tertentu, yang umumnya berbahasa Arab.

b. Sistem “bandongan” yang sering disebut dengan sistem weton. Dalam sistem ini, sekelompok santri mendengarkan dan menyimak seorang guru yang membacakan, menerjemahkan dan mengulas kitab-kitab kuning. Setiap santri memperhatikan kitab masing-masing dan membuat catatan yang dirasa perlu.

Kelompok bandongan ini jika jumlahnya tidak terlalu banyak, maka disebut dengan halaqoh yang arti asalnya adalah lingkaran. Di pesantren-pesantren besar, ada lagi sistem lain yang disebut musyawarah, yang diikuti santri-santri senior yang telah mampu membaca kitab kuning dengan baik.

Hingga kini, keberadaan pesantren telah mengalami berbagai dinamika, sejak dari pesantren tradisional hingga pesantren modern.

B. Lembaga-lembaga pendidikan Islam setelah Pesantren

Eksistensi pesantren senyatanya mendorong lahirnya lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya, antara lain:

a. Madrasah

Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam yang lebih modern dibanding pesantren, baik ditinjau dari sisi metodologi maupun kurikulum pengajarannya. Kendati demikian, kemunculan madrasah ini tidak lain diawali oleh keberadaan pesantren. Sebagian lulusan pesantren melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke beberapa pusat kajian Islam di beberapa negara Timur Tengah, khususnya Arab Saudi dan Mesir. Lulusan-lulusan Islam Timur Tengah itulah yang kemudian akhirnya menjadi pemrakarsa pendirian madrasah-madrasah di Indonesia.

Dalam madrasah, sistem pembelajaran tidak lagi menggunakan sorogan ataupun bandongan, melainkan lebih modern lagi. Madrasah telah mengaplikasikan sistem kelas dalam proses pembelajarannya. Elemen yang ada dalam madrasah juga bukan lagi Kyai dan santri, tetapi murid dan guru (ustad/ustadzah). Dan metode yang digunakan juga beragam, bisa ceramah, atau drill dan lain-lain, tergantung pada ustad/ustadzah atau guru.

b. Sekolah-sekolah Islam

Di samping madrasah, lembaga pendidikan Islam yang berkembang hingga sekarang adalah sekolah-sekolah Islam. Pada dasarnya, kata sekolah merupakan terjemah dari madrasah, hanya saja madrasah adalah kosa kata bahasa Arab, sedangkan sekolah adalah bahasa Indonesia. Namun demikian, pada aplikasinya terdapat perbedaan antara madrasah dan sekolah Islam. Madrasah berada dalam naungan Kementrian Agama (Kemenag), sedangkan sekolah Islam pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Selain itu,dari segi bobot muatan materi keagamaannya, madrasah lebih banyak materi agama dibanding sekolah Islam.

c. Pendidikan Tinggi Islam

Pendidikan Tinggi Islam juga merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang modern. Dalam sejarah, pendidikan tinggi Islam yang tertua adalah Sekolah Tinggi Islam (STI), yang menjadi cikal bakal pendidikan tinggi Islam selanjutnya. STI didirikan pada 8 Juli 1945 di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta, dan pada tahun 1948 resmi berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Selanjutnya, UII merupakan bibit utama dari perguruan-perguruan tinggi swasta yang kemudian berkembang menjadi beberapa Universitas Islam yang populer di Indonesia, seperti misalnya Universitas Ibn Kholdun di Bogor, Universitas Muhammadiyah di Surakarta, Universitas Islam Sultan Agung di Semarang, Universitas Islam Malang (UNISMA) di Malang, Universitas Islam Sunan Giri (UNSURI) di Surabaya, Universitas Darul ‘Ulum (UNDAR) di Jombang dan lain-lain.

Menurut Tolhah Hasan, perkembangan dan kemajuan perguruan tinggi Islam di Indonesia banyak ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya: kredibilitas kepemimpinan, kreativitas manajerial kelembagaan, pengembangan program akademik yang jelas dan kualitas dosen yang memiliki tradisi akademik.

C. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia

Tak dapat dipungkiri, bahwa seiring berjalannya waktu, lembaga-lembaga pendidikan Islam juga mengalami berbagai dinamika. Tak hanya pada pesantren, bahkan madrasah dan perguruan tinggi Islam pun tak luput dari dinamika yang ada.

Pesantren yang dulunya masih tradisional senyatanya mengalami beberapa perubahan dan perkembangan, seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pesantren yang dulunya tradisional, dalam pola pembelajaran dan muatan materi serta kurikulumnya, kini telah mengalami perkembangan dengan mengadaptasi beberapa teori-teori pendidikan yang dirasa bisa diterapkan di lingkungan pesantren. Alhasil, kini semakin banyak bermunculan pesantren modern, yang dalam pola pembelajarannya tidak lagi konvensional, tapi lebih modern dengan berbagai sentuhan manajemen pendidikan yang dinamis. Mayoritas pesantren dewasa ini juga memberikan materi dan muatan pendidikan umum. Tidak sedikit pesantren yang sekaligus memiliki lembaga sekolah dan manajemennya mengacu pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sedangkan dinamika sistem pendidikan madrasah dapat dicatat dari beberapa perubahan, seperti dimasukkannya mata pelajaran umum dalam kurikulumnya, meningkatkan kualitas guru dengan memperhatikan syarat kelayakan mengajar, membenahi manajemen pendidikannya melalui akreditasi yang diselenggarakan pemerintah, mengikuti ujian negara menurut jenjangnya.

Tak pelak, bahwa dinamika pendidikan Islam, di samping kemadrasahan, juga muncul persekolahan yang lebih banyak mengadopsi model sekolah barat. Dan, kemunculannya itu antara lain dipicu oleh kebutuhan masyarakat muslim yang berminat mendapatkan pendidikan yang memudahkan memasuki lapangan kerja dalam lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta yang mensyaratkan memiliki keterampilan tertentu, seperti teknik, perawat kesehatan, administrasi dan perbankan.

Pada perguruan tinggi Islam pun sejatinya juga mengalami berbagai perubahan dan perkembangan. Dinamika dalam pendidikan tinggi Islam ini salah satunya dapat diraba dari perubahan status dari Sekolah Tinggi, menjadi Institut, hingga kini menjadi Universitas. Dengan demikian, materi dan bahan ajar yang ditawarkan di perguruan tinggi Islam yang kini mayoritas menjadi Universitas, tidak hanya disiplin ilmu agama Islam saja, melainkan juga berbagai disiplin ilmu umum.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan pada paparan dan analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pendidikan Islam di Indonesia sejatinya berlangsung sejak masuknya Islam di Indonesia dengan masjid sebagai pusat peribadatan dan tempat belajar. Setelah penggunaan masjid cukup optimal, maka muncullah pesantren yang kemudian menjadi akar pendidikan Islam di Indonesia.

2. Keberadaan pesantren senyatanya mendorong lahirnya lembaga-lembaga pendidikan Islam lain setelah pesantren, di antaranya madrasah, sekolah-sekolah Islam dan Perguruan Tinggi Islam.

3. Dalam perjalanannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tak luput dari berbagai dinamika yang ada, seiring dengan perkembangan zaman. Pesantren, dari jenis pesantren tradisional ke pesantren modern. Madrasah yang semakin memperbaiki kualitasnya dengan berbagai upaya, salah satunya peningkatan kualitas guru. Dan, perguruan tinggi Islam yang dulunya masih berstatus Sekolah Tinggi, berkembang menjadi Institut hingga akhirnya menjadi Universitas.

Daftar Pustaka

Dhofier, Z. (1982). Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.

Hasan, M. T. (2006). Dinamika Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Lantabora Press.

Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren . Jakarta: INIS.


Baca Selengkapnya ....

Mengenal lebih dalam konsep Multiple Intelligences

Posted by Lautan Hati Oela Friday 1 June 2012 2 comments

 

Teori kecerdasan yang ditemukan kemudian digagas oleh pakar psikologi dan profesor pendidikan Hardvard University; Howard Gardner senyatanya telah memberikan pengaruh positif yang cukup signifikan terhadap perkembangan psikologi dan pendidikan dewasa ini.

Howard Gardner menemukan sebuah konsep kecerdasan majemuk berdasarkan penelitian yang telah dilakukannya. Ia mulai menuliskan gagasannya tentang inteligensi ganda —kecerdasan majemuk— dalam bukunya Frame of Mind pada tahun 1983. Setelah melakukan kembali berbagai penelitian tentang implikasi teori inteligensi ganda —kecerdasan majemuk— terhadap dunia pendidikan, maka pada tahun 1993, Gardner memublikasikan bukunya yang berjudul Multiple Intelligences. Teori itu kemudian dilengkapi lagi dengan terbitnya buku Intelligences Reframed pada tahun 2000.

Multiple Intelligences di Indonesia diartikan dengan inteligensi ganda atau kecerdasan majemuk. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Howard Gardner, ia menemukan bahwa setiap manusia memiliki beberapa jenis kecerdasan yang dapat ditumbuhkembangkan. Jenis-jenis kecerdasan itu tidak hanya cukup diukur dengan tes tulis, menyelesaikan soal-soal seperti yang telah berlaku selama berpuluh-puluh tahun. Bagi Gardner, tes IQ tidak cukup membuktikan seberapa tinggi tingkat inteligensi yang dimiliki seseorang. Hal ini dikarenakan, menurut Gardner, jenis inteligensi yang dipunya setiap manusia beragam, jadi sangat tidak cocok jika diuji hanya dengan tes tulis semata. Sementara tes IQ yang telah dipakai selama ini hanya menekankan pada kemampuan matematis-logis saja. Masih menurut Gardner, begitu beragamnya inteligensi manusia sehingga tidaklah memungkinkan jika hanya menggunakan tes IQ sebagai alat ukurnya.

Sebetulnya, Multiple intelligences bukanlah hal baru. Di Amerika Serikat, teori ini sudah cukup lama dikembangkan. Multiple Intelligences adalah sebuah teori yang menyatakan bahwa manusia memiliki tujuh jenis inteligensi. Setelah melakukan beberapa penelitian lagi, akhirnya dalam bukunya Intelligences Reframed, Howard Gardner menambahkan dua jenis inteligensi lainnya. Sehingga saat ini, sudah terdapat sembilan jenis inteligensi yang dimiliki manusia –berdasarkan teori yang digagas oleh Howard Gardner— antara lain:

1. Inteligensi Linguistik

Gardner menyatakan, inteligensi linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata dengan efektif; baik secara oral maupun tertulis. Inteligensi linguistik ini berhubungan erat dengan keterampilan orang dalam menguasai bahasa tulisan dan lisan.

Inteligensi jenis ini banyak menonjol pada seorang sastrawan, pencipta puisi, penulis, jurnalis, editor, orator, dramawan maupun pemain sandiwara.

Gardner percaya bahwa para penyair dan penulis berbakat mempunyai pemahaman yang kuat tentang semantik (arti kata-kata), fonologi (bunyi bahasa), pragmatik (penggunaan bahasa), dan sintaksis (kaidah bahasa) dalam menggunakan kata-kata dan gagasan uniknya. Menurut Gardner, banyak orang dengan inteligensi linguistik yang menonjol mempunyai kemampuan dalam bersyair, atau gaya menulis yang kaya ekspresi.

Kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif berkaitan dengan penggunaan dan pengembangan bahasa secara umum. Orang yang berinteligensi linguistik tinggi, akan berbahasa dengan lancar, baik, terstruktur dan lengkap. Ia akan mudah mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berbahasanya, akan mudah mempelajari berbagai ragam bahasa serta mudah mengerti urutan dan arti kata-kata dalam belajar bahasa.

Orang-orang dengan inteligensi linguistik tinggi juga mudah untuk menjelaskan, mengajarkan bahkan menceritakan pemikirannya kepada orang lain. Analisis linguistiknya kuat. Dalam mengungkapkan suatu fakta, orang-orang berinteligensi linguistik tinggi ini akan menceritakan dengan perbendaharaan kata yang variatif, sehingga tidak menjemukan untuk didengar.

Anak yang memiliki inteligensi linguistik tinggi, meskipun masih di sekolah dasar sudah terlihat mempunyai kemampuan bahasa yang baik. Jika diberi tugas membuat kalimat, anak ini akan sangat mudah untuk membuat kalimat yang baik dan tertata. Anak ini senang mengeksplorasi diri dengan bahasa. Dan, biasanya nilai bahasanya lebih baik dibanding teman-temannya yang lain, yang inteligensi linguistiknya kurang tinggi.

Komponen lain dari inteligensi linguistik adalah memori lisan (verbal memory). Gardner menjelaskan bahwa “Kemampuan untuk mengingat informasi seperti daftar-daftar lisan yang panjang merupakan bentuk lain dari kecerdasan bahasa”. Oleh karena kekuatan memori lisan, maka mengingat dan mengulangi kata-kata yang panjang menjadi mudah bagi orang dengan kecerdasan bahasa yang menonjol. Bagi orang yang kuat memori lisannya, maka gagasan mengalir dengan konstan. Hal ini disebabkan mereka mempunyai banyak kata-kata di dalam memori lisannya. Tanpa menghiraukan bagian khusus dari kekuatan memori lisan, dalam inteligensi linguistik penekanan terjadi baik pada bahasa tulis maupun bahasa lisan.

Pada umumnya, jenis kemampuan yang banyak dimiliki oleh orang yang menonjol dalam inteligensi linguistik adalah:

-. Mengerti urutan dan arti kata-kata

-. Menjelaskan, bercerita, mengajar, berdebat

-. Humor

-. Mengingat dan menghafal

-. Analisis Linguistik

-. Menulis dan berbicara

-. Main drama, berpuisi, berpidato

-. Mahir dalam perbendaharaan kata

2. Inteligensi Matematis-Logis

Bentuk lain dari inteligensi manusia adalah inteligensi matematis-logis atau kecerdasan logika-matematika. Kecerdasan logika-matematika ini meliputi keterampilan berhitung dan berpikir logis serta keterampilan pemecahan masalah. Di samping itu, yang juga termasuk dalam inteligensi logis-matematis adalah kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi dan perhitungan.

Menurut Gardner, inteligensi matematis-logis adalah kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif.

Inteligensi jenis ini banyak menonjol pada seorang matematikus, logikus, saintis, akuntan, programer.

Ciri-ciri orang yang inteligensi matematis-logisnya menonjol antara lain memiliki kemampuan yang mumpuni dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab-akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik dan bahkan biasanya, pandangan hidupnya bersifat rasional.

Pada dasarnya, matematikawan bukanlah satu-satunya ciri orang yang menonjol dalam inteligensi matematis-logis. Siapa pun yang dapat menunjukkan kemampuan berhitung dengan cepat, menaksir, melengkapi permasalahan aritmatika, memahami atau membuat alasan tentang hubungan-hubungan antar angka, menyelesaikan pola atau melengkapi irama bilangan dan membaca penanggalan atau sistem notasi lain sudah merupakan ciri menonjol dari kecerdasan matematis-logis.

Orang-orang yang memiliki inteligensi matematis-logis akan sangat mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran serta cara mereka bekerja. Dalam menghadapi berbagai permasalahan, orang yang inteligensi matematis-logisnya tinggi akan mencoba mengelompokkan dan mengklasifikasikan permasalahannya tersebut. Sehingga akan mudah dilihat, mana permasalahan yang pokok dan yang tidak. Mana permasalahan yang berkaitan satu sama lain, serta mana yang merupakan persoalan lepas. Maka dengan begitu, mereka tidak akan mudah bingung.

Anak yang inteligensi matematis-logisnya menonjol biasanya memiliki nilai matematika yang baik dibanding teman-temannya yang lain, jalan pikiran dan cara bicaranya logis-rasional. Anak dengan inteligensi matematis-logis tinggi biasanya juga suka belajar dengan skema, bagan dan kurang begitu suka dengan bacaan yang panjang kalimatnya. Anak-anak dengan inteligensi jenis ini akan mudah mengerti isi buku jika ada skema, bagan atau bahkan gambar-gambar di dalamnya.

Pada umumnya, orang yang menonjol inteligensi matematis-logisnya berkemampuan dalam:

-. Logika

-. Reasoning, pola sebab akibat

-. Klasifikasi dan kategorisasi

-. Abstraksi dan simbolisasi

-. Pemikiran induktif dan deduktif

-. Menghitung dan bermain angka

-. Pemikiran ilmiah

-. Problem solving

-. Silogisme

3. Inteligensi Ruang-Visual

Inteligensi ruang-visual ini mencakup berpikir dalam gambar, kemampuan untuk menyerap, mengubah dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual-spasial.

Inteligensi ruang-visual atau yang kadang-kadang disebut dengan kecerdasan visual-spasial ini juga meliputi kemampuan-kemampuan untuk merepresentasikan dunia melalui gambaran-gambaran mental dan ungkapan artistik.

Bagi Howard Gardner, inteligensi ruang-visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat. Inteligensi jenis ini banyak dimiliki oleh arsitek, fotografer, navigator, dekorator, pilot atau bahkan pemburu.

Gardner mengakui bahwa “Pusat bagi kecerdasan ruang adalah kapasitas untuk merasakan dunia visual secara akurat, untuk melakukan transformasi dan modifikasi terhadap persepsi awal atas penglihatan, dan mampu menciptakan kembali aspek dari pengalaman visual, bahkan sampai pada ketidakhadiran dari stimulus fisik yang berhubungan dengan pengalaman visualnya.” Kecerdasan visual-spasial berhubungan dengan objek dan ruang yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa hal lain yang termasuk dalam inteligensi ruang-visual antara lain: kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam pikiran dan mengenali perubahan itu, menggambarkan suatu hal atau benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata, serta mengungkapkan data dalam suatu grafik.

Orang dengan inteligensi ruang-visual tinggi akan dengan mudah membayangkan benda dalam ruang berdimensi tiga, mudah mengenali relasi benda-benda dalam ruang secara tepat. Bahkan meski melihat dari jarak jauh, orang-orang dengan inteligensi ruang-visual yang menonjol dapat memperkirakan letak benda itu.

Orang-orang dengan inteligensi ruang-visual tinggi juga mempunyai persepsi yang tepat tentang suatu benda dengan ruang di sekitarnya dan bahkan dapat melihatnya dari segala sudut.

Anak dengan inteligensi ruang-visual tinggi akan dengan mudah belajar ilmu ukur ruang. Ia akan mudah menentukan letak suatu benda dalam ruangan serta dapat membayangkan suatu bentuk secara benar, meskipun dalam perspektif. Jika menggambar suatu pemandangan, anak-anak dengan inteligensi ruang-visual ini akan dengan mudah menempatkan benda-benda pada tempatnya yang tepat dan benar dimensinya. Anak dengan inteligensi ruang-visual tinggi biasanya juga suka menggambar, suka warna-warna dan membangun balok-balok yang indah dan bermakna.

Secara umum, orang yang memiliki inteligensi ruang visual yang tinggi juga memiliki kemampuan:

-. Mengenal relasi benda-benda dalam ruang dengan tepat

-. Mempunyai persepsi yang tepat dari berbagai sudut

-. Representasi grafik

-. Manipulasi gambar, menggambar

-. Mudah menemukan jalan dalam ruang

-. Imajinasi tinggi

-. Peka terhadap garis, warna dan bentuk

4. Inteligensi Kinestetik-Badani

Suatu inteligensi yang sangat aktif yang dianugerahkan pada manusia adalah inteligensi kinestetik-badani. Inteligensi kinestetik-badani merupakan inteligensi fisik.

Menurut Howard Gardner, inteligensi kinestetik-badani adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan.

Masih menurut Gardner, inteligensi kinestetik ini menyoroti kemampuan untuk menggunakan seluruh badan (atau bagian dari badan) dalam membedakan berbagai cara, baik untuk ekspresi gerak (tarian, akting) maupun aktivitas bertujuan (atletik).

Inteligensi kinestetik-badani ini banyak dimiliki oleh atlet, penari, pemahat, aktor dan ahli bedah.

Yang juga termasuk dalam kriteria inteligensi kinestetik-badani adalah keterampilan koordinasi dan fleksibilitas tubuh.

Orang-orang dengan inteligensi kinestetik-badani yang menonjol akan mudah mengungkapkan diri dengan gerak tubuh mereka. Apa yang mereka pikir dan rasakan, dapat dengan mudah mereka ungkapkan melalui gerak tubuh, semisal tarian atau ekspresi tubuh. Mereka juga dapat dengan mudah memainkan mimik, drama dan peran. Bahkan mereka bisa dengan cepat dan mudah melakukan gerak tubuh dalam olahraga dengan berbagai variasi. Orang dengan inteligensi kinestetik-badani yang tinggi juga dapat sangat baik menjalankan operasi jika ia seorang ahli bedah.

Semua orang dengan inteligensi kinestetik-tubuh yang menonjol, akan mampu menggunakan otot-ototnya untuk mengendalikan gerak badannya, memiliki koordinasi tangan-mata, dan mampu menggerakkan objek untuk melengkapi sejumlah gerak kompleks atau mengatur sebuah pesan.

Orang-orang dengan inteligensi kinestetik-badani tinggi akan sangat menikmati kegiatan fisik, seperti berjalan kaki, menari, berlari, berkemah, berenang. Mereka adalah orang-orang yang cekatan, indera perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam dan berminat atas segala sesuatu.

Bahkan anak atau siswa yang kuat inteligensi kinestetik-badani biasanya tidak suka diam dan selalu ingin menggerakkan badannya. Anak-anak dengan inteligensi kinestetik-badani yang menonjol biasanya suka menari, olahraga dan suka bergerak.

Biasanya, orang yang menonjol pada inteligensi kinestetik-badani ini berkemampuan untuk:

-. Berekspresi dengan tubuh

-. Mengaitkan pikiran dengan tubuh

-. Bermain mimik

-. Main drama, main peran

-. Olahraga, menari dan aktif bergerak

-. Koordinasi dan fleksibilitas tubuh yang tinggi

5. Inteligensi Musikal

Inteligensi yang muncul lebih awal pada manusia dibanding inteligensi lain adalah bakat musik. Inteligensi musikal meliputi kepekaan terhadap tangga nada, irama, dan warna bunyi (kualitas suara) serta aspek emosional akan bunyi yang berhubungan dengan bagian fungsional dari apresiasi musik, bernyanyi, dan memainkan alat musik.

Howard Gardner mendefinisikan inteligensi musikal sebagai kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan dan menikmati bentuk-bentuk musik serta suara. Seperti kepekaan terhadap ritme, melodi dan intonasi, kemampuan memainkan alat musik, kemampuan menyanyi dan mencipta lagu, bahkan kemampuan untuk menikmati lagu, musik serta nyanyian.

Inteligensi jenis ini banyak dimiliki oleh pengarang lagu, pesinetron, orang-orang yang peka nada, yang dapat menyanyikan lagu dengan tepat, dapat mengikuti irama musik, yang mendengarkan berbagai karya musik dengan tingkat ketajaman tertentu

Agar dapat dikatakan menonjol pada inteligensi musikal maka seseorang harus mempunyai kemampuan auditorial dengan baik, menurut Gardner. Kemampuan auditorial tidak hanya menjadikan seseorang mampu mendengar dan merangkai musik saja, tetapi juga mampu mengingat pengalaman bermusik.

Gardner juga menjelaskan bahwa “Kemampuan bermusik berhubungan dengan memori suara. Sekian persen dari apa yang didengar seseorang akan masuk dalam alam bawah sadarnya dan menjadi bagian pokok dari daya ingatnya”.

Orang-orang dengan inteligensi musikal yang menonjol akan sangat peka terhadap suara dan musik. Mereka akan dengan mudah belajar dan bermain musik dengan baik. Bahkan, mereka sudah dapat menangkap dan mengerti struktur musik sejak kecil. Pun mereka dapat dengan mudah menciptakan melodi dan lagu.

Orang yang kuat inteligensi musikalnya juga sangat menyenangi apapun yang berbau musik. Mereka bisa mengungkapkan perasaan dan pemikirannya dalam bentuk musik. Bahkan, mereka lebih mudah mempelajari sesuatu jika dikaitkan dengan musik atau lagu.

Anak-anak dengan inteligensi musikal yang tinggi akan dengan cepat menirukan atau bahkan menyanyikan suatu lagu di televisi, meskipun mereka tidak memahami bahasanya.

Pada umumnya, orang dengan inteligensi musikal yang mumpuni akan berkemampuan dalam:

-. Menangkap musik

-. Mencipta melodi

-. Menyanyi, pentas musik

-. Mencipta musik

-. Memainkan alat musik

-. Mengetahui struktur musik dengan baik

-. Peka terhadap suara dan musik

-. Peka dengan intonasi dan ritmik

6. Inteligensi Interpersonal

Inteligensi interpersonal sangat berhubungan dengan kemampuan untuk memahami orang lain.

Howard Gardner menjelaskan, inteligensi interpersonal adalah kemampuan untuk mengerti dan peka terhadap perasaan, watak, perangai, intensi, motivasi dan temperamen orang lain. Termasuk juga kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara dan isyarat dari orang lain.

Singkatnya, inteligensi interpersonal merupakan kemampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan orang lain. Inteligensi jenis ini menuntut kemampuan untuk menyerap dan tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat dan hasrat orang lain.

Inteligensi interpersonal ini banyak dimiliki oleh para komunikator, fasilitator, penggerak massa.

Inteligensi interpersonal mendorong keberhasilan seseorang dalam mengatur hubungan antar individu.

Inteligensi interpersonal merupkan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk dapat memahami dan dapat melakukan interaksi secara efektif dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal akan dapat dilihat dari beberapa orang seperti; guru yang sukses, pekerja sosial, aktor, politisi. Saat ini orang mulai menyadari bahwa kecerdasan interpersonal merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kesuksesan seseorang.

Orang yang memiliki inteligensi antarpribadi bisa mempunyai rasa belas kasihan dan tanggung jawab sosial yang besar, seperti Mahatma Gandhi. Orang-orang dengan inteligensi jenis ini juga memiliki kemampuan memahami orang lain dan melihat dunia dari sudut pandang orang yang bersangkutan.

Secara umum, orang yang menonjol pada inteligensi interpersonal juga memiliki kemampuan dalam:

-. Bekerja sama dengan teman

-. Mengenal dan membedakan perasaan dan pribadi teman

-. Berkomunikasi verbal dan nonverbal

-. Berempati dan peka terhadap teman

-. Memberikan feedback

7. Inteligensi Intrapersonal

Inteligensi intrapersonal atau yang bisa juga disebut dengan inteligensi intrapribadi ini adalah kecerdasan dalam diri sendiri. Orang dengan inteligensi intrapribadi tinggi dapat dengan mudah mengakses perasaannya sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi serta menggunakan pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnya. Mereka sangat mawas diri dan suka bermeditasi, berkontemplasi. Mereka juga sangat mandiri, sangat terfokus pada tujuan, sangat disiplin, gemar belajar sendiri dan lebih suka bekerja sendiri dibanding bekerja dengan orang lain.

Inteligensi intrapersonal diperlihatkan dalam bentuk kemampuan dalam membangun persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan kemampuan tersebut dalam membuat rencana serta mengarahkan orang lain.

Biasanya, orang dengan inteligensi intrapersonal yang menonjol juga akan berkemampuan dalam:

-. Berkonsentrasi

-. Reflektif dan bekerja mandiri

-. Keseimbangan diri

-. Kesadaran dan realitas spiritual

-. Pengenalan diri yang dalam

-. Mengekspresikan perasaan-perasaan yang berbeda

8. Inteligensi Naturalistik

Inteligensi Naturalistik ini oleh Howard Gardner didefinisikan dengan kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural, kemampuan untuk memahami dan menikmati alam, dan menggunakan kemampuan itu secara produktif dalam berburu, bertani serta mengembangkan pengetahuan akan alam.

Singkatnya, inteligensi naturalistik ini merupakan keahlian mengenali dan mengategorikan spesies-flora dan fauna di lingkungannya.

Para pecinta alam adalah contoh orang yang tergolong sebagai orang – orang yang memiliki kecerdasan ini.

Ada banyak bidang pekerjaan yang menghendaki bakat naturalis, seperti petani, ilmuwan, ahli tanah, dan orang yang berciri khas mengamati perilaku alam. Kendati pun banyak bidang pekerjaan yang memerlukan kekuatan kecerdasan naturalis, tidak sedikit pula orang yang memiliki kekuatan kecerdasan naturalis dengan pemahaman sederhana dan memahami hakikat alam.

Orang-orang dengan kecenderungan inteligensi naturalistik ini biasanya mampu hidup di luar rumah, dapat berkawan dan berhubungan baik dengan alam, mudah membuat identifikasi dan klasifikasi tanaman dan binatang. Pun orang-orang dengan inteligensi ini akan mampu mengenal sifat dan tingkah laku hewan, mencintai lingkungan dan tidak suka merusak lingkungan hidup.

Biasanya, siswa atau peserta didik dengan kepemilikan inteligensi naturalistik yang menonjol akan senang jika ada acara di luar sekolah, seperti berkemah bersama di pegunungan, karena ia akan dapat menikmati keindahan alam. Selain itu, mereka juga akan lebih mudah mempelajari biologi.

Terkait inteligensi naturalistuk ini, ada beberapa kelompok ahli yang merasa bahwa inteligensi jenis ini sudah termasuk dalam inteligensi matematis-logis. Namun, Howard Gardner berpendapat bahwa inteligensi jenis ini berbeda dengan inteligensi matematis-logis. Untuk itulah, inteligensi naturalistik ini masih dalam taraf penelitian lebih lanjut.

Secara umum, orang dengan inteligensi naturalistik yang menonjol memiliki kemampuan untuk:

-. Mengenal flora dan fauna

-. Mengklasifikasi dan identifikasi tumbuh-tumbuhan dan binatang

-. Menyukai alam dan hidup di luar rumah

9. Inteligensi Eksistensial

Inteligensi Eksistensial berhubungan dengan kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam, terkait eksistensi manusia.

Inteligensi jenis ini tampak pada para filsuf, terlebih filsuf eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan eksistensi hidup manusia.

Sedangkan pada anak atau peserta didik yang memiliki inteligensi eksistensial yang menonjol cenderung untuk mempersoalkan keberadaannya di tengah alam raya sosial yang luas ini. Anak yang memiliki inteligensi eksisitensial yang menonjol sering kali melontarkan pertanyaan yang jarang dipikirkan orang lain, bahkan pendidik/gurunya sendiri. Jenis-jenis pertanyaan itu semisal: “Apa semua manusia akan mati? Kalau semua akan mati, untuk apa aku hidup?”

Pada umumnya, orang yang menonjol inteligensi eksistensialnya juga berkemampuan untuk:

-. Peka dalam menjawab persoalan eksistensi diri/manusia

-. Melakukan refleksi diri

Keberadan teori multiple intelligences yang telah digagas oleh Howard Gardner berdasarkan hasil dari beberapa penelitiannya itu setidaknya telah membantu kita dalam memahami bahwa kecerdasan tidak hanya cukup diukur dengan angka, dengan cara menyelesaikan soal-soal dalam kertas di atas meja dan hasilnya akan menentukan tingkat kecerdasan seseorang. Itu hanyalah salah satu cara mengetahui tingkat dari salah satu jenis kecerdasan seseorang. Pada kenyataannya, IQ hanyalah salah satu kecerdasan yang dimiliki manusia. Dan, beberapa tahun ini telah banyak yang meyakini bahwa kesuksesan bukanlah ditentukan oleh tingkat IQ semata. Berapa banyak orang dengan IQ tinggi di sekolah, tapi pada kehidupan nyata ia tidak mencapai keberhasilan seperti teman-teman yang memiliki tingkat IQ dibawah rata-rata. Hasil dari sebuah penelitian telah menyebutkan bahwa kecerdasan seseorang banyak ditentukan oleh kecerdasan emosi dan atau spiritual yang dimilikinya.

Dengan demikian, tidaklah salah jika Howard Gardner menyatakan bahwa inteligensi seseorang bukan hanya dapat diukur melalui tes tulis semata. Akan tetapi lebih tepat dengan cara: bagaimana ia memecahkan permasalahan dalam kehidupan nyata.


Baca Selengkapnya ....
Cara Buat Email Di Google | Copyright of Lautan Hati Oela.