selamat berkunjung di lautan hati,
tempat berbagi, menyelami, memberi
...
just have fun.



Membincang Manajemen Pendidikan Nasional dan Manajemen Pendidikan Islam

Posted by Lautan Hati Oela Monday 30 April 2012 0 comments

Antara pendidikan Islam dan pendidikan nasional tidaklah dapat dipisahkan satu dengan yang edu3lain. Hal ini dapat ditelusuri dari dua segi; Pertama, dari konsep penyusunan sistem pendidikan nasional itu sendiri yang harus berdasarkan pada ideologi bangsa sekaligus juga harus dapat mewujudkan cita-cita bangsa, dapat melestarikan nilai-nilai moral, ideologi, tata nilai budaya dan moral keagamaan yang menjadi sumber aspirasi yang tak ternilai harganya dalam pembangunan bangsa.

Kedua, dari hakikat pendidikan Islam dalam kehidupan beragama kaum muslimin Indonesia, yang ternyata kegiatan mendidik memang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan agama Islam, baik dalam keluarga, masyarakat, lebih-lebih di pusat peribadatan seperti langgar, surau atau masjid. Dengan demikian, pendidikan Islam dan pendidikan nasional merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, dan antara keduanya saling mendukung-menopang.

Pendidikan Islam adalah sebagai sub sistem dari pendidikan nasional, sehingga keberhasilan pendidikan Islam akan membantu keberhasilan pendidikan nasional dan begitu pula sebaliknya. Namun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya, Indonesia dengan pendidikan yang sentralistik telah melahirkan suatu dualisme sistem pendidikan –pendidikan Islam dan pendidikan nasional- yang tergambar dari Kementrian Agama dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang menangani pendidikan. Bahkan dewasa ini, di mana kebijakan pendidikan telah menjadi desentralisasi, dualisme tersebut masih dapat dirasa, kendatipun sudah berbagai macam upaya yang dilakukan untuk menghapus hal itu. Bahkan sampai sekarang ini kondisi pendidikan Indonesia masih dibayangi soal dualisme manajemen.

Telah begitu banyak upaya yang dilakukan pemerintah negara ini demi menghapus bayang-bayang dualisme dalam sistem pendidikan, yang hingga akhirnya lahirlah Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sejak undang-undang tersebut lahir, pendidikan Islam dan pendidikan nasional menjadi terintegrasikan. Undang-Undang tersebut merupakan puncak dari usaha mengintegrasikan pendidikan Islam ke dalam pendidikan nasional, sekaligus sebagai usaha untuk menghilangkan dualisme sistem pendidikan yang selama ini masih berjalan. Namun sayangnya, dalam polarisasi pendidikan, dualisme itu masih sangat dirasakan. Hal ini disebabkan karena program integralisasi kedua model pendidikan tersebut hanya diartikan dalam pendekatannya, dan cenderung mengaburkan unsur-unsur yang lain semisal:

a. Keterpaduan proses pembelajaran di tiga lingkungan pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat yang menuntut peran guru tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus berdedikasi untuk memantau anak didiknya di luar sekolah, terlebih pada implementasi ilmu pendidikan Islam (agama).

b. Keterpaduan materi pendidikan Islam (agama) dengan pendidikan umum yang mengharuskan pendidikan Islam disajikan secara terpadu dengan materi pendidikan umum, agar pendidikan yang disajikan selalu terkait secara fungsional. Guru pendidikan agama harus mampu mengkorelasikan dan merelevansikan pendidikan Islam (agama) dan pendidikan umum

c. Keterpaduan penyelenggaraan antara Kementrian Agama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Dalam Negeri dan lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi kemasyarakatan, juga keterpaduan antara unit-unit di lingkungan Kementrian Agama sendiri, --antara yang bertugas dalam pendidikan jalur sekolah dan jalur luar sekolah.

Tanpa mengabaikan keterpaduan tersebut di atas, maka integralisasi dari pendidikan Islam dan pendidikan nasional bukan hanya suatu angan-angan dan cita-cita saja, tapi dapat terealisasi secara bertahap dan pasti. Demikianlah sistem pendidikan di Indonesia yang masih terasa dualisme di dalamnya, meskipun sudah berbagai upaya yang dilakukan, termasuk juga integralisasi pendidikan Islam dan pendidikan nasional. Sungguhpun demikian, pada tatanan koridor manajemennya, antara manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan nasional tidaklah jauh berbeda. Hal ini terbukti dari aplikasi dari keduanya yang cenderung sama.

Dualisme; yang saling melengkapi dan mengisi?

Manajemen Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Nasional sejatinya saling menopang dan saling melengkapi, meskipun terdapat beberapa perbedaan di antara keduanya. Manajemen pendidikan Islam dapat mengadaptasi konsep-konsep bermutu yang dimiliki manajemen pendidikan nasional untuk dapat diaplikasikan. Sebaliknya, manajemen pendidikan nasional pun dapat belajar dari prinsip-prinsip dan landasan yang dimiliki pendidikan Islam. Dengan kata lain, antara manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan nasional, keduanya saling melengkapi, saling membutuhkan, saling memberi dan menerima sehingga dapat pula dikatakan bahwa keduanya merupakan satu kesatuan.

Selama ini konsep yang dipakai manajemen pendidikan Islam adalah adaptasi dari konsep manajemen pendidikan nasional. Hal ini disebabkan karena manajemen pendidikan Islam memang belum memiliki konsep yang baku. Namun demikian, bukan tidak mungkin apabila di masa mendatang, manajemen pendidikan Islam akan mencetuskan, melahirkan dan mengimplementasikan konsep sendiri, demi peningkatan manajemen pendidikan Islam dan pendukung tercapainya tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien, sekaligus juga mendukung keberhasilan manajemen pendidikan nasional. Pun demikian halnya dengan manajemen pendidikan nasional yang dapat mengambil berbagai pelajaran dari manajemen pendidikan Islam, di antaranya pada prinsip, pedoman dan landasan yang dimiliki manajemen pendidikan Islam. Pada beberapa prinsip yang dimiliki manajemen pendidikan Islam dapat menjadi suatu masukan dan bahan evaluasi bagi konsep serta aplikasi manajemen pendidikan nasional selama ini. Demikian pula dalam pedoman dan landasan manajemen pendidikan Islam yang sejatinya dapat mendukung keberhasilan, efektivitas dan efisiensi manajemen pendidikan nasional. Dengan demikian antara manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan nasional saling membutuhkan dan melengkapi. Seharusnya memang demikian, dan sudah menjadi tanggung jawab bersama –antara pemerintah, sekolah, orang tua, tokoh agama dan masyarakat- untuk dapat bekerja sama dalam menata konsep, menjalankan dan mengaplikasikan manajemen pendidikan nasional dan disertai manajemen pendidikan Islam dengan semaksimal mungkin, karena memang pada dasarnya antara manajemen pendidikan nasional dan manajemen pendidikan Islam saling membutuhkan, saling menopang dan melengkapi.

Kendati konsep manajemen pendidikan Islam adalah adaptasi dari konsep manajemen pendidikan nasional, namun bukan berarti bahwa tidak ada perbedaan satu pun di antara keduanya. Justru karena keduanya saling melengkapi, maka sedikit banyak telah terdapat perbedaan antara manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan nasional. Pada landasan yang dipakai misalnya; bila manajemen pendidikan Islam berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist, sedangkan landasan dari manajemen pendidikan nasional adalah teori-teori dari manajemen yang ada dan terus memantau keadaan sekarang serta kemungkinan-kemungkinan masa datang. Penerapan manajemen pendidikan Islam harus tetap merujuk dan berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Hadist dengan tidak menegasikan perubahan-perubahan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini dan masa mendatang.

Pada dasarnya, manajemen pendidikan Islam landasannya adalah Al-Qur’an dan Hadist, sedangkan manajemen pendidikan nasional landasannya pada pelopor teori manajemen yang dipakai. Akan tetapi, pada tatanan aplikasi antara keduanya cenderung sama, karena memang manajemen pendidikan Islam belum mempunyai konsep yang baku untuk dapat diimplementasikan. Terlepas dari semua itu, manajemen pendidikan nasional dan manajemen pendidikan Islam sejatinya saling mengisi dan melengkapi..Senyum dengan mulut terbuka

*****

Bibliography:

Hasbullah, 1999, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hanun Asrohah, Otonomi Pendidikan (Tantangan Lembaga Pendidikan Islam) Jurnal Nizamia Vol.6, Nomor 2 Tahun 2003, 98

Husniyatus Salamah Zainiyati, Pemberdayaan madrasah;TitikTemu Antara Pendidikan Satu Atap dan Otonomi Pendidikan, Jurnal Nizamia vol.7,No. 2, Desember 2004,107

Zuhairini, 2004, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara


Baca Selengkapnya ....

HANYA SEBUAH MIMPI

Posted by Lautan Hati Oela Friday 27 April 2012 0 comments

 

Aku selalu mengutamakan belajar di atas kepentingan atau kegiatan yang lainnya. Bahkan di saat teman-temanku mengajak untuk bermain dan sekedar refreshing, aku pun tak segan-segan untuk menolaknya dengan halus. Aku sering membuat alasan yang bisa masuk di akal dan sebisa mungkin membuat mereka tidak membenciku, atau akan mengolok-olok ku karena kutu buku, karena kerjanya hanya belajar saja. Keputusanku untuk mengutamakan belajar semata-mata untuk masa depanku, bukan maksud untuk sok bijak, sombong, sok rajin, atau yang lain-lainya.

Belajar aku anggap sebagai kewajiban mutlak bagiku, kapan pun itu. Bahkan di saat aku lelah setelah membantu pekerjaan ibu di rumah atau menjaga kios bensin milik ayah. Meskipun aku merasa letih, sebisa mungkin aku mengupayakan diri untuk tetap belajar. Semua itu aku lakukan demi menggapai masa depan yang cerah.

Jujur, aku ingin membanggakan orang tuaku, aku sangat ingin masuk perguruan tinggi negeri yang bonafide, lulus dengan hasil yang maksimal serta cepat mendapatkan pekerjaan, sehingga orang tuaku akan merasa tidak sia-sia membiayai pendidikanku. Maklumlah, orang tuaku bukan golongan orang berada atau kaya, ekonomi keluarga kami sangat pas-pasan. Ayahku sebagai buruh pabrik dan membuka kios bensin yang kecil di depan rumah, sedangkan ibuku hanya seorang ibu rumah tangga biasa, tanpa karier yang mapan.

“Pulang sekolah nanti kita mampir ke mall yuk, sekalian nonton. Aku sudah ada info film terbaru nih!”, Anita membuka percakapan di tengah-tengah kami sewaktu istirahat. Aku hanya terdiam, sementara teman-temanku yang lain tampaknya menyambut perkataan Anita dengan begitu antusias.

“Ide yang brilian itu. Aku sepakat”. Ramon segera menjawab dengan mengacungkan kedua jempol tangannya ke arah Anita.

Oke lah kalau begitu, aku setuju!” Anton menimpali. “Yang lain bagaimana?” Tanyanya kemudian padaku dan dua temanku yang lain. Kami berenam memang selalu bersama, teman-teman satu sekolah pun hampir semuanya menghafal kebiasan kami yang selalu berkumpul di waktu istirahat.

“Wah, kalau aku dan Dina mah pasti sangat mau, tapi kantongku lagi kering nih!” keluh Bagas. Dia memang anak yang super irit di antara kami berenam. Dia lebih suka menerima ‘asupan’ dari orang lain ketimbang harus merogoh koceknya sendiri. Kami berenam pun memahami hal itu, dan kami memakluminya. Mungkin karena memang dia anak yang kondisi ekonomi keluarganya paling miris di antara kami.

“Nggak perlu khawatir kalau masalah itu, biar aku dech nanti yang tanggung. Aku traktir kalian semua, nonton, main game, makan dan jalan-jalan lah tentunya. Mumpung mobilku lagi nganggur!” sahut Ramon dengan santainya. Ramon memang anak yang paling kaya di antara kami, Papanya seorang pengusaha real estate terkemuka dan Mamanya pejabat negara. Ramon sangat suka berfoya-foya, bahkan tidak jarang dia mentraktir kami makan siang di kantin sekolah. Ramon sangat suka menghambur-hamburkan uang demi mendapatkan kesenangan, membeli semua barang-barang yang dia suka dan apapun yang dia inginkan. Pakaian dan barang-barang pribadinya semua ‘branded’, mahal-mahal tentunya. Tapi yang kami suka dari Ramon adalah sifat dermawannya. Dia suka memberi dan tidak segan-segan membantu kami saat kami ada masalah keuangan. Dan tentunya, Ramon lah yang sangat sering membayar makan siang kami di kantin sekolah.

“Yah, jawaban itu yang selalu aku tunggu dan selalu membuatku ingin terus memujimu Ramon! Thanks a lot!!” Bagas menyambut tawaran Ramon dengan berbunga-bunga. Sebetulnya kami semua sudah paham maksud dan arah pembicaraan Bagas dari tadi. Bagas memang satu-satunya orang yang tidak pernah segan atau enggan untuk menerima tawaran bantuan dari orang lain, apalagi kalau menyangkut masalah keuangan, jajan dan makanan, atau sekedar kebutuhan kesenangan. Sepertinya semua kebutuhan primer, sekunder dan tersiernya lebih banyak mengandalkan asupan bantuan dari orang lain.

Never mind. Aku sudah paham kok maumu!” sindir Ramon. Bagas hanya tersenyum simpul tanpa rasa malu sedikit pun. “Bagaimana dengan kamu Friska, pasti ikut dong nanti?” tanyanya kemudian padaku.

Lagi-lagi aku mencoba menolak dengan halus ajakan mereka. “Sorry kawan-kawan, nanti aku harus menjaga kios bensin. Lagi pula, bukannya bulan depan kita sudah ujian nasional, jadi kita harusnya belajar lebih rajin biar bisa lulus dengan hasil yang maksimal terus bisa masuk universitas negeri bonafide!?” jawabku hati-hati.

“Sudah aku duga sebelumnya! Pasti jawabanmu seperti itu, dan ternyata dugaanku tepat!” ujar Anita.

“ Friska! Sekali-kali dong kamu luangkan waktu untuk bermain-main dan enjoy dengan kami. Kalau masalah Unas dan ujian masuk universitas negeri, itu masalah gampang, bisa diatur besuk-besuk. Yang penting sekarang kita have fun!” sergah Ramon. Aku hanya terdiam dan tetap dengan pendirianku untuk menolak ikut dengan mereka. Untuk kesekian kalinya aku menolak ajakan mereka, dan untuk kesekian kalinya pula aku mengingatkan mereka untuk lebih serius lagi dalam belajar. Seperti biasa, mereka tidak mengindahkan saran dan ucapanku, bahkan mereka lebih memilih meninggalkanku sendiri.

Aku menyadari, aku dan mereka berbeda dalam berbagai hal, terutama masalah prinsip. Mereka lebih suka mengandalkan kesenangan dan kepuasan semu, sementara aku lebih berusaha untuk pikir panjang dan penuh pertimbangan dalam mengambil setiap langkah, apalagi menyangkut masalah pelajaran dan pendidikan. Aku selalu ingat dengan impianku untuk lulus sekolah dan bisa masuk universitas negeri. Jadi, sebisa mungkin aku berupaya untuk belajar lebih giat lagi demi meraih impianku itu. Aku sangat ingin membuat orang tuaku bangga.

Setiap jam istirahat, kami selalu berkumpul berenam di meja kantin paling pojok. Semua penghuni kantin pun hafal. Tidak sedikit dari mereka yang rela meninggalkan meja pojok itu saat kami berenam mulai muncul di depan pintu kantin. Bahkan sering juga meja itu sengaja dibiarkan kosong, seperti menanti penghuni tetapnya. Bu Inah, pengelola kantin sekolah pun memahami kalau kami berenam sangat suka duduk bersama di meja pojok. Bu Inah selalu mengingatkan setiap anak yang akan menempati meja pojok itu. “Sebentar lagi yang mpunya meja akan datang, kalian pindah cari meja lain saja” ujarnya setiap ada anak yang mendahului kami menempati meja itu. Alhasil, meja itu selalu siap menanti kedatangan kami berenam.

Sebenarnya aku sendiri merasa tidak enak dengan hal itu, apalagi perlakuan Bu Inah kepada kami berenam cukup istimewa. Semua ini karena Ramon. Bu Inah memandang kami karena Ramon anak dari pengusaha kaya dan pejabat negara. Bahkan Ramon sendiri sering membantu Bu Inah dalam hal uang. Tapi tetap saja aku merasa tidak enak mendapat perlakuan seperti itu dari Bu Inah. Ia membedakan kami dengan siswa-siswa yang lain, hanya karena kami teman akrabnya Ramon.

Tidak hanya Bu Inah yang memperlakukan Ramon dengan istimewa, tetapi juga hampir semua guru di sekolah, terutama kepala sekolah. Itu wajar saja, karena Ramon anak dari orang yang berpengaruh dan ‘beruang’, jadi dengan mudah pihak sekolah meminta bantuan pada orang tua Ramon, baik dalam hal pendanaan, atau masalah perijinan kegiatan dan lain-lain.

“Ramon, tolong sampaikan ucapan terima kasih saya kepada orang tuamu, Nak!’ ucapan bapak kepala sekolah yang paling sering kudengar setiap kali usai acara pertemuan wali murid dan komite sekolah. Entah apa yang telah diperbuat orang tua Ramon. Yang jelas, kepala sekolah hanya mengatakan hal itu kepada Ramon saja, padahal yang ikut hadir pada acara pertemuan wali murid dan komite sekolah itu bukan hanya orang tua Ramon.

“Iya Pak, nanti saya sampaikan!” Ramon selalu menjawab demikian dengan seuntai senyum manis menghias dibibirnya.

Dengan keadaan Ramon yang seperti itu, aku tidak heran jika dia selalu mendapat perlakuan istimewa dari kepala sekolah, beberapa guru bahkan ibu pengelola kantin sekolah. Hanya guru yang disiplin dan sangat menghargai murid yang pandai saja yang tidak berlaku demikian pada Ramon. Maklum lah, Ramon bukan anak yang pandai atau cerdas. Dia hanya siswa yang biasa-biasa saja dalam hal intelektual, bahkan kemampuannya di bawah rata-rata. (Aku menghargainya untuk tidak mengatakan dia bodoh).

Setiap ada pekerjaan rumah atau ujian, Ramon selalu mengandalkan aku dan teman-temanku yang lain. Terutama Bagas, dia akan bersedia membantu Ramon dengan senang hati karena selalu mendapatkan imbalan yang fantastis. Ramon sering membelikan kemeja bermerk dan alat-alat elektronik lainnya. Terakhir, aku melihat Ramon memberi Bagas seperangkat PS2 karena telah mengerjakan tugasnya.

Selain tidak pandai, Ramon juga anak yang malas untuk belajar. Dia selalu meremehkan semua mata pelajaran dan tugas-tugas yang diberikan guru. Bahkan saat menjelang Ujian Nasional pun, Ramon masih enggan belajar. “Malas ah, nanti saja lah aku belajarnya!” jawab Ramon setiap kali aku mengajaknya belajar. Sudah sangat sering aku mengingatkannya untuk belajar dan mempersiapkan diri untuk Ujian Nasional serta ujian masuk perguruan tinggi, tapi dia selalu tak menghiraukanku. Akhirnya aku menyerah, terserah dia saja. Yang penting, sebagai teman, aku sudah berusaha mengingatkannya.

“Selamat ya, akhirnya kita lulus semua. Sebentar lagi kita akan jadi mahasiswa lho!” ucap Anita dengan bangganya. Kami semua menyambut dengan suka cita. Kami berenam memang lulus semua dengan nilai yang cukup baik, kecuali Ramon. Dia lulus dengan nilai yang pas-pasan, paling rendah di antara kami berenam. Tapi itu tak jadi soal baginya, karena cukup banyak juga teman-teman kami satu sekolah yang terpaksa harus mengulang ujian nasional lagi alias belum lulus di tahap pertama. Jadi Ramon cukup tenang dan bangga saja.

“Alhamdulillah, kita lulus. Tinggal bagaimana kita belajar untuk mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi nih!” seru Dina. Aku pun mengamininya, menganggukkan kepalaku tanda setuju dengan perkataannya.

Setelah pengumuman lulus itu, kami semua belajar intens di rumah Anita untuk mempersiapkan diri dalam ujian masuk perguruan tinggi negeri. Kami semua datang, kecuali Ramon. Dia satu-satunya anak yang paling tenang dan santai, dia masih saja malas belajar seperti biasa. Kami pun memakluminya, terutama aku. Karena aku tahu betul sifatnya yang pemalas itu.

Hari yang paling ditunggu pun tiba. Pagi itu aku memburu surat kabar yang memuat pengumuman kelulusan seleksi mahasiswa perguruan tinggi negeri. Segera aku bolak-balik surat kabar itu halaman demi halaman. Kucermati setiap nama yang ada di dalamnya. Dengan lebih membuka mata lebar-lebar, kupelototi surat kabar itu. Dari atas sampai bawah, samping kanan dan kiri, hingga halaman berikutnya dan berikutnya lagi. Aku masih tetap mencari namaku di sana. Ternyata namaku tak kunjung kutemukan. Astaghfirullah, ternyata aku harus menelan ludah kekecewaan karena tidak lulus penjaringan mahasiswa perguruan tinggi negeri tahun ini. Orang tuaku berusaha menghiburku.

Seketika Ramon datang menghampiriku di rumah, dia tersenyum bangga karena namanya terpampang di pengumuman seleksi mahasiswa di surat kabar itu. Aku tersenyum seraya mengucapkan selamat padanya.

“Aku sudah belajar dengan sungguh-sungguh, ternyata masih belum lulus juga. Kamu hebat Ramon, belajar saja malas, tapi bisa lulus dan diterima di universitas negeri yang bonafide!” ujarku terus terang dan tanpa basa- basi lagi.

“Kamu mengandalkan otak, sedangkan aku mengandalkan uang!” jawabnya dengan ringan tanpa beban.

Ternyata, untuk bisa masuk dan diterima di universitas negeri yang bonafide hanya sebuah mimpi indahku saja, anak dari seorang buruh yang bisanya mengandalkan otak, tak bisa mengandalkan uang. Astaghfirullah…..

*************


Baca Selengkapnya ....

Hadir Mu

Posted by Lautan Hati Oela Tuesday 24 April 2012 0 comments

 

Ketika kuasa Mu Two-Hands-Joined-web

mengalahkan segalanya

Ketika semua yang terdampar

dalam sekejap Kau hempaskan

Ketika angkuhnya bumi

sejenak Kau kecam menuju sunyi

 

Kesepian yang tiada berkesudahan ini

seketika akan dapat terobati

Kebekuan asa dalam pusara rindu

akan terkoyak oleh hadir Mu

Kekasih Sejati

Hakikat diri terdalam

Satukan rindu dalam makam-kelam

Senyum sakit


Baca Selengkapnya ....

Membaca Nalar Kritis Sang Feminis

Posted by Lautan Hati Oela Friday 20 April 2012 0 comments

Lahir di tengah budaya patriarki senyatanya telah menjadikannya sosok yang penuh semangat, mengusung perjuangan hak untuk kaumnya. Praktis, hal itu membuat banyak orang menjadi terheran; bagaimana bisa, perempuan yang lahir di tengah-tengah kultur patriarki memiliki pemikiran yang modern dan kritis? Banyak orang tidak menyadari, bahwa dengan keberadaannya –yang dibesarkan di tengah kultur Jawa yang kental dengan stigma dan dogma patriarkat— malah membuatnya memiliki semangat baja untuk berjuang melawan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

clip_image002[26]

Dialah Raden Ajeng Kartini, yang sontak menggegerkan pemerintah kolonial Hindia Belanda karena kegigihannya memperjuangkan hak-hak perempuan. Dilahirkan di Jepara pada 21 April 1879, putri dari pasangan Raden Mas Sosroningrat (bupati Jepara) dan M.A. Ngasirah ini senyatanya berkesempatan untuk mengenyam pendidikan di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Sungguhpun demikian, keadaan yang mengharuskan untuk dipingit ternyata tidak menyurutkan semangat Kartini untuk terus belajar. Di rumah, ia semakin rajin membaca dan mengkaji berbagai literatur berbahasa Belanda. Buku, koran dan majalah Eropa dilahapnya tuntas. Dari situlah Kartini akhirnya tertarik dengan kemajuan pola pikir perempuan Eropa, hingga akhirnya timbul keinginan untuk memajukan perempuan pribumi, di mana kondisi sosial saat itu, perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Kartini juga sering menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon, yang banyak mendukungnya.

Esensi Hakiki Feminisme Kartini

Tak dapat dipungkiri, kemunculan teori dan gerakan feminisme senyatanya menimbulkan multi tafsir di kalangan masyarakat kita. Pada dasarnya, feminisme berasal dari bahasa Latin; femina atau perempuan. Dan, umumnya Feminisme dimaknai sebagai suatu kesadaran akan sebuah ketidakadilan, penindasan, pemerasan dan diskriminasi perempuan dalam masyarakat, yang kemudian diikuti oleh tindakan sadar laki-laki dan perempuan untuk mengubah keadaan tersebut.

Karena terdapat perbedaan dalam menganalisa terjadinya ketidakadilan serta diskriminasi tersebut, maka feminisme menelurkan berbagai aliran, di antaranya: Feminisme Liberal yang menginginkan persamaan-kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Aliran ini berkeinginan agar perempuan memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Perempuan harus menyadari dan menuntut hak-haknya sampai laki-laki tersadar, sehingga terbentuk suatu masyarakat baru yang di situ perempuan dan laki-laki bekerja sama atas dasar kesetaraan. Kemudian Feminisme Radikal, yang dikenal sebagai gerakan perempuan yang memperjuangkan realita seks. Aliran ini menyatakan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Dan, tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Ada pula Feminisme Marxis yang berpandangan bahwa ketertinggalan yang dialami perempuan itu disebabkan oleh struktur sosial, politik, dan ekonomi, terkait sistem kapitalisme; dan kesempatan perempuan untuk sama dengan laki-laki akan mustahil terwujud jika mereka tetap hidup dalam masyarakat berkelas. Lantas juga Feminisme Sosialis yang berjuang untuk menghapus sistem pemilikan. Menurut aliran ini, lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta, dan pemilikan suami atas istri harus dihapus sehingga dapat tercipta suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender. Begitulah sebagian kecil aliran Feminisme yang pernah berkembang, yang senyatanya masih ada beberapa aliran feminisme modern dan postmodern lainnya.

Sedangkan Feminisme Kartini sendiri –yang merupakan sintesis dari budaya patriarki dan feminisme barat— penekanannya berada pada budaya ‘breakthrough’, yang diperjuangkan saat kultur patriarki dilegalkan oleh budaya maupun otoritas politik. Kartini menginginkan adanya solusi atas keadaan yang terjadi, bahwa perempuan tidak memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan. Feminisme Kartini lebih menekankan pada tuntutan agar perempuan memperoleh pendidikan yang memadai, menaikkan derajat perempuan, dan kebebasan bagi perempuan untuk berpendapat dan mengeluarkan pikiran.

Dengan kritis, Kartini menyerukan bahwa perempuan berhak atas kesempatan untuk berpendidikan. Kartini yang menikah dengan Bupati Rembang, senyatanya mengajarkan terciptanya peningkatan harkat dan martabat perempuan, menuntut hak-hak dasar perempuan —hak untuk mempunyai kehidupan ekonomi yang layak, hak bersosialisasi, hak untuk berpolitik dan hak untuk memperoleh pendidikan– yang memang menjadi bagian terpenting dari diri perempuan sendiri. Beruntung, sang suami mengerti dan mendukung Kartini untuk membuka sekolah bagi perempuan, yang terletak di kompleks kantor bupati. Disekolah itu, Kartini mengukir sejarah pendidikan bagi kaumnya.

Sejatinya, Kartini tidak hanya memperhatikan permasalahan perempuan. Tapi lebih dari itu, Kartini juga membahas dan menyoroti masalah sosial umum. Terbukti, dalam buku kumpulan suratnya, ‘Aku menginginkan Feminisme dan Nasionalisme’, Kartini banyak membicarakan masalah sosial, budaya, agama. Kartini melihat bahwa perjuangan perempuan untuk memiliki kebebasan, otonomi dan persamaan hukum adalah sebagai bagian dari perjuangan yang lebih luas. Begitulah, inti dari feminisme Kartini yang tidak hanya melulu pada persoalan perempuan. Hal ini kemudian sejalan dengan konsep feminisme, yang sejatinya merupakan upaya mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju sistem yang adil –bagi perempuan dan laki-laki.

Quo Vadis Ruh Feminis

Kini, setelah perjuangan dan gerakan Kartini yang mengusung tercapainya hak-hak dasar perempuan, maka sudah selayaknya upaya tindak lanjut senantiasa tercipta. Permasalahan yang penting untuk diperhatikan kemudian adalah, apakah kesadaran untuk memperjuangkan hak-haknya, dan hasrat untuk memperbaiki citranya telah benar-benar terwujud dalam diri perempuan?

Tanpa harus mereduksi peran perempuan sejatinya, ketika wacana feminisme menjadi keharusan yang niscaya dalam suatu peradaban bangsa, maka feminisme ala Kartini menjadi sebuah alternatif efektif, sebagai mobilisator perempuan masa kini, hingga benar-benar tercipta sistem sosial yang tidak lagi diskriminatif dan jauh dari bias gender.

Akhirnya, pertanyaan paling mendasar bagi perempuan masa kini, sudah tergerakkah untuk mendapatkan hak-hak dasarnya? Masihkah bersemangat untuk berupaya mendapatkan akses pendidikan yang memadai, tanpa melupakan kodrat dan peran perempuan sejatinya? Karena, kaum perempuan tetap harus mengoptimalkan kemampuannya agar menjadi dan mencipta sumber daya manusia yang potensial. Selamat berjuang, Kartini masa kini!   

*****


Baca Selengkapnya ....

melirik point-point Rancangan Undang Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender

Posted by Lautan Hati Oela Saturday 14 April 2012 0 comments
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
KESETARAAN GENDER
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Gender adalah nilai-nilai sosial budaya yang dianut oleh masyarakat setempat mengenai tugas, peran, tanggung jawab, sikap dan sifat yang dianggap patut bagi perempuan dan laki-laki, yang dapat berubah dari waktu ke waktu.
2. Kesetaraan Gender adalah kondisi dan posisi yang menggambarkan kemitraan yang selaras, serasi, dan seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam akses, partisipasi, kontrol dalam proses pembangunan, dan penikmatan manfaat yang sama dan adil di semua bidang kehidupan
3. Diskriminasi berbasis gender adalah segala bentuk diskriminasi yang didasarkan atas jenis kelamin yang dapat mengakibatkan kerugian terutama bagi perempuan.
4. Diskriminasi terhadap perempuan adalah segala bentuk pembedaan, pengucilan, atau pembatasan, dan segala bentuk kekerasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan manfaat atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara perempuan dan laki-laki.
5. Pengarusutamaan Gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan perspektif gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penganggaran, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional, termasuk penghapusan segala bentuk diskriminasi dan perlindungan terhadap perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/ Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
8. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Pasal 8
Setiap warga negara berhak :
  1. memperoleh kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil untuk mendapatkan pemenuhan hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang lainnya;
  2. mendapatkan perlindungan dan penjaminan melalui peraturan perundang-undangan yang tidak diskriminatif gender; dan
  3. mendapatkan perlindungan atas haknya sebagai korban dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
Pasal 9
(1) Kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil sebagaimana dimaksud dalam Pasal8 huruf a meliputi tetapi tidak terbatas pada hak:
  1. mempertahankan, mengganti, dan memperoleh kembali kewarganegaraannya;
  2. pemenuhan hak perempuan atas perlindungan kesehatan reproduksi;
  3. Hak pendidikan;
  4. Hak jaminan sosial;
  5. Hak ekonomi dan ketenagakerjaan;
  6. Hak partisipasi di bidang politik dan hubungan internasional;
  7. keterwakilan perempuan dalam proses dan lembaga perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan publik;
  8. perkawinan dan hubungan keluarga;dan
  9. proses dalam penegakan hukum.
(2) Hak-hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga bagi perempuan pedesaan dan perempuan kepala keluarga.
Pasal 10
Setiap warga negara wajib:
  1. memberikan informasi yang benar dan bertanggung jawab kepada pihak yang berwenang jika mengetahui terjadinya diskriminasi berbasis gender;
  2. mencegah terjadinya diskriminasi berbasis gender;dan
  3. melakukan upaya perlindungan korban diskriminasi berbasis gender
Pasal 21
(1) Setiap orang yang melanggar atau tidak melaksanakan kesetaraan gender, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tindak pidana yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan undang-undang lain dilakukan oleh seseorang yang dilatarbelakangi oleh diskriminasi gender, maka pidananya dapat ditambah sepertiga dari ancaman maksimum pidana yang diancamkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan undang-undang lain tersebut.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi korporasi.

Baca Selengkapnya ....

Menggagas Konsep Ideal Manajemen Pendidikan Islam

Posted by Lautan Hati Oela Friday 13 April 2012 2 comments

 

Terkait implementasi manajemen pendidikan nasional dengan diiringi manajemen pendidikan Islam demi meningkatkan mutu lembaga pendidikan, senyatanya memang terdapat benang merah yang kemudian mengindikasikan adanya kesamaan antara manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan nasional dalam beberapa hal, sehingga keduanya merupakan suatu sinergi yang saling melengkapi. Dalam manajemen pendidikan nasional mengharuskan adanya manajerial serta pemimpin yang berkualitas dan berpengetahuan luas. Demikian pula halnya pada manajemen pendidikan Islam, yang tertuang dalam QS. As Sajadah: 24, yang juga mengatur dan mengharuskan adanya pemimpin berkualitas dan berpengetahuan luas.

Melalui optimalisasi manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan nasional, lembaga pendidikan dapat lebih memberdayakan diri serta meningkatkan mutu dan kualitasnya. Sudah terang, entitas dan eksistensi manajemen pendidikan Islam sangatlah mendukung bagi implementasi manajemen pendidikan nasional karena memang keduanya saling bersinergi dan melengkapi.

Kendati manajemen pendidikan Islam dan konsepnya masih mengikuti konsep manajemen pendidikan nasional, namun bukan berarti bahwa manajemen pendidikan Islam tidak memiliki acuan yang menjadi bahan baku untuk diolah, dikelola dan dikembangkan sendiri oleh seluruh umat manusia. Dalam manajemen pendidikan Islam memang tidak terdapat konsep yang baku, akan tetapi ada acuan dasar yang dipakai untuk merancang dan mengembangkan konsepsinya, umat manusia benar-benar diberi kebebasan. Acuan dasar tersebut tidak lain adalah Al-Qur’an dan Hadits.

Pada dasarnya, Islam bukanlah sebuah sistem kehidupan yang praktis dan baku, melainkan sebuah sistem nilai dan norma (perintah dan larangan). Bahkan menurut Prof. Dr. H. Abudin Nata, MA; dalam Islam tidak terdapat sistem pendidikan yang baku, melainkan hanya terdapat nilai-nilai moral dan etis yang seharusnya mewarnai sistem pendidikan tersebut.

Berbagai komponen yang terdapat di dalam pendidikan Islam -termasuk juga manajemen pendidikan Islam- harus didasarkan pada nilai-nilai moral dan etis ajaran Islam. Dalam hal pendidikan, Islam hanya menyediakan bahan baku, sedangkan untuk menjadi sebuah sistem yang operasional, manusia diberikan kebebasan dan keleluasaan untuk membangun dan menerjemahkan. Karenanya, tidak ada pendidikan Islam yang baku, melainkan manusia dirangsang untuk menciptakan pendidikan yang ideal.

Begitu pula pada manajemen pendidikan Islam, tidak ada konsepnya yang baku. Tetapi manusia senantiasa dirangsang untuk mencipta dan membangunnya. Untuk itu, bukanlah hal yang salah apabila di masa-masa sekarang ini manajemen pendidikan Islam masih mengikuti konsep dari manajemen pendidikan nasional, selama tidak bertentangan dengan acuan dasar atau bahan bakunya, yakni Al-Qur’an dan Hadist. Dan bukan tidak mungkin apabila kelak muncul konsep manajemen pendidikan Islam yang baru dan lebih baik dari konsep yang sekarang. Karena memang manusia senantiasa untuk merancang, membangun dan menerjemahkan berdasarkan bahan baku yang telah ada. Dengan demikian, tidak ada konsep manajemen pendidikan Islam yang baku, akan tetapi manusia terus dirangsang untuk menciptakan manajemen pendidikan yang ideal.

Dalam upaya menciptakan konsep manajemen pendidikan Islam yang ideal, telah terdapat beberapa pendapat, usulan dan pemikiran dari beberapa pakar yang tentunya layak dipertimbangkan, dikaji ulang untuk kemudian dapat diupayakan implementasinya. Pemikiran-pemikiran tersebut antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Buah pemikiran Abudin Nata

1) Lembaga pendidikan (Islam) hendaknya melakukan kerja sama yang paling menguntungkan dengan masyarakat atau pemakai lulusan pendidikan, dengan berbagai pihak perusahaan juga dengan berbagai departemen atau lembaga sosial yang perlu diajak bekerja sama.

2) Pengelola pendidikan seyogianya mampu merumuskan tujuan pendidikan yang harus diupayakan melahirkan manusia yang kreatif, inovatif, mandiri dan produktif, mengingat dunia yang akan datang adalah dunia yang kompetitif.

3) Pendidik/guru harus berperan sebagai motivator, desainer, fasilitator dan guidance (pemandu) di dalam proses pembelajaran.

b. Buah pemikiran Azyumardi Azra

1) Dalam segala hal yang menyangkut operasional pendidikan pada suatu lembaga pendidikan (Islam), stake holders harus selalu dilibatkan. Semisal dalam pengembangan kurikulum, penentuan dan pelaksanaan muatan lokal, proses pembelajaran dan lain-lain.

2) Dalam aplikasinya, harus terdapat reintegrasi ilmu pada dunia pendidikan, yakni antara ilmu agama dan umum. Sehingga tidak lagi dikotomi, dan pendidikan yang dijalankan berorientasi pada “tauhid paradigm of science” yakni pendidikan Islam yang di dalamnya harus ada keselarasan dan kesatuan antara aspek lahir dan batin, eksoteris dan isoteris (kognitif, afektif dan psikomotor) yang mendukung terjadinya aktivitas.

3) Dalam upaya pengembangan kurikulum, pengelola pendidikan (Islam) harus mampu merancang dan mengimplementasikan suatu pembentukan dan pembinaan keterampilan –yang kini populer dengan istilah life skiill- peserta didik.

4) Lembaga pendidikan (Islam) harus menumbuhkan apresiasi dan memberi respons sepatutnya terhadap semua perkembangan yang terjadi di masa kini dan mendatang, sehingga pendidikan (Islam) benar-benar fleksibel dan peka zaman.

c. Buah pemikiran Ramayulis

1) Pengelola pendidikan Islam dituntut untuk mampu me”manage” semua faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan Islam sekaligus juga harus memperhatikan perbedaan peserta didiknya dan berupaya menyikapi perbedaan yang ada secara bijak.

2) Dalam mengelola lembaga pendidikan Islam, seorang administrator atau manajer harus benar-benar kompeten dan profesional, adil, demokratis, memiliki tanggung jawab Islami serta menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber kebijaksanaannya dalam mengambil setiap keputusan.

Telah terdapat begitu banyak pendapat dan pemikiran dari para pakar pendidikan yang tentunya dapat mendukung penciptaan dan upaya implementasi konsep ideal manajemen pendidikan Islam, yang kesemuanya benar-benar memiliki iktikad dan harapan menuju pendidikan Islam yang paling ideal. Manajemen pendidikan Islam memang belum terkonsepkan secara baku, karena Islam senantiasa merangsang dan menyuruh umatnya untuk dapat menggagas serta mengaplikasikan konsep pendidikan yang paling ideal, termasuk juga pada konsep manajemen pendidikan Islamnya.

Dari beberapa buah pemikiran para pakar pendidikan terkait dengan konsep yang ideal dari manajemen pendidikan Islam, setidaknya dapat menjadi masukan dan acuan bagi para pengelola pendidikan Islam –baik pesantren, madrasah, sekolah-sekolah Islam maupun perguruan tinggi Islam- di dalam mengupayakan pengelolaan yang profesional, efektif dan efisien sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan pendidikan Islam. Karena pada dasarnya, baik atau buruk, serta profesionalisme suatu lembaga pendidikan Islam ditentukan oleh para pengelolanya. Suatu lembaga pendidikan Islam yang tidak profesional dapat diketahui antara lain dari manajemen pendidikannya. Lembaga pendidikan tersebut memiliki manajemen pendidikan yang statis, yang umumnya dapat dicontohkan dengan misalnya bahwa lembaga itu hanya diurus oleh dan dengan menekankan kekuatan kelompok, ikatan darah atau keturunan, etnis dan wibawa institusi ideologis keagamaan tertentu atau dapat dikatakan ‘Family Oriented’. Sedangkan lembaga Islam yang profesional lebih menekankan pada manajemen kompetitif dan kreatif serta kompetensi pribadi, korporasi rasional dan ilmiah sesuai perkembangan zaman.

Untuk itulah, sudah saatnya lembaga pendidikan Islam menata ulang pola manajerialnya yang mungkin dapat mengambil langkah taktis dari buah pemikiran para pakar pendidikan terkait dengan konsep manajemen pendidikan Islam yang ideal –yang kali ini masih mengikuti konsep manajemen pendidikan nasional- dengan AlQur’an dan Hadits sebagai dasar dan landasannya demi membawa lembaga pendidikan Islam menuju keberhasilan serta mengatasi berbagai kelemahan sistem pendidikannya. Seperti yang diungkapkan Mastuhu perihal kelemahan sistem pendidikan madrasah (salah satu lembaga pendidikan Islam) antara lain; mementingkan materi di atas metodologi, mementingkan memori di atas analisis dan dialog, mementingkan pikiran vertikal di atas literal, mementingkan penguatan otak kiri di atas otak kanan.

Dengan mencoba mengkaji serta menerapkan pemikiran para pakar yang kemudian menghasilkan konsep ideal manajemen pendidikan Islam, lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah diharapkan mampu mengatasi kelemahan sistem pendidikannya sehingga kemudian dapat lepas dari stigma yang ada bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan kelas bawah. Konsep ideal manajemen pendidikan Islam –yang untuk saat ini masih mengikuti konsep manajemen pendidikan nasional- adalah upaya menghasilkan suatu pendidikan yang paling ideal.

Konsep manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan nasional secara umum memang sama. Karena dalam konteks pendidikan nasional, pendidikan Islam sudah terintegrasi, tetapi dalam aplikasinya terdapat ciri khas pendidikan Islam.

Kendati pada masa kini konsep manajemen pendidikan Islam dan manajemen pendidikan nasional sama, akan tetapi terdapat perbedaan mendasar yang dapat dilihat dari nilai Islam sebagai landasan pengembangan organisasi, seperti dalam menentukan visi misi, budaya organisasi atau kebijakan-kebijakan strategis. Dengan demikian, meskipun dalam konsep manajemen pendidikan antara nasional dan Islam adalah sama, bersinergi dan terintegralisasi, namun dalam hal-hal penentuan visi misi, budaya organisasi atau kebijakan-kebijakan strategis, lembaga pendidikan Islam memakai nilai-nilai normatif dari Islam. Terlepas dari semua itu, sejatinya manajemen pendidikan nasional dan manajemen pendidikan Islam adalah dua sisi yang saling melengkapi, saling bersinergi dan integral.


Bibliographical:

Abudin Nata, 2003, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana.,

Azyumardi Azra,2002 Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Rekonstruksi dan Demokrasi, Jakarta: Kompas.

Ramayulis, 2001, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam (sebuah pengantar); Syamsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama,

Made Pidarta, 1988, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bina Aksara.

Mastuhu, 1999, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam; Strategi Budaya Menuju Masyarakat Akademik, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

Senyum


Baca Selengkapnya ....

Sekilas Tentang Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dalam Pendidikan

Posted by Lautan Hati Oela Sunday 8 April 2012 0 comments
    Pendidikan Indonesia dan manajemennya yang terus mengalami perubahan dan perbaikan dalam setiap kurun waktu senyatanya telah sampai pada tuntutan untuk dapat memenuhi standar internasional. Sehubungan dengan hal itu, pemerintah dan berbagai lembaga pendidikan serta seluruh pihak yang concern terhadap pendidikan begitu antusias melakukan berbagai upaya untuk mencapai standar internasional. Salah satu hal yang sangat gencar dilakukan adalah dengan menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.ethicsISO berasal dari kata Yunani, ISOS yang berarti sama. Banyak orang awam mengira ISO berasal dari International Standard of Organization, sebenarnya hal itu salah. ISO sama sekali bukan berasal dari International Standard of Organization. Kata ISO bukanlah diambil dari singkatan nama sebuah organisasi. ISO 9001 merupakan standar internasional yang mengatur tentang Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System). Oleh karena itu seringkali disebut sebagai “ISO 9001, QMS”. Adapun tulisan 2008 menunjukkan tahun revisi. Maka, yang dimaksud dengan ISO 9001:2008 adalah Sistem Manajemen Mutu ISO 9001, hasil revisi tahun 2008.
Mulanya, Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 ini hanya diterapkan pada dunia industri manufaktur, namun kemudian dunia pendidikan pun juga merasa perlu untuk mengimplementasikannya. Dalam perjalanannya, ISO sering mengalami berbagai perubahan dan revisi. Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, terutama semakin luasnya dunia usaha, maka kebutuhan akan pengelolaan sistem manajemen mutu semakin dirasa perlu dan mendesak untuk diterapkan serta dikembangkan. Dan konsekuensinya kemudian, ISO pun mengalami berbagai perubahan dan revisi, hingga akhirnya lahir versi 2008, sebuah versi terbaru dari ISO yang diterbitkan pada Desember 2008 lalu.
Organisasi pengelola standar internasional ISO 9001:2008 ini adalah International Organization for Standardization yang bermarkas di Geneva – Swiss, didirikan pada 23 Pebruari 1947, kini beranggotakan lebih dari 147 negara yang mana setiap negara diwakili oleh badan standardisasi nasional. Indonesia diwakili oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Sejarah ISO dimulai dari dunia militer sejak masa perang dunia II. Pada tahun 1943, pasukan Inggris membutuhkan banyak sekali amunisi untuk perang sehingga dibutuhkan banyak sekali supplier. Demi memenuhi kebutuhan standardisasi kualitas, mereka merasa perlu untuk menetapkan standar seleksi supplier. Perkembangan standardisasi ini menjadi semakin dibutuhkan hingga pada tahun 1963, departemen pertahanan Amerika mengeluarkan standar untuk kebutuhan militer yaitu MIL-Q-9858A. Seiring berjalannya waktu, standar ini pun terus mengalami perkembangan, perubahan dan revisi.  Hingga akhirnya, pada tahun 1987 muncullah ISO 9000:1987. Ada 3 versi pilihan implementasi pada versi 1987 ini yaitu yang menekankan pada aspek Quality Assurance, aspek QA and Production dan Quality Assurance for Testing. Concern utamanya adalah inspection product  di akhir sebuah proses (dikenal dengan final inspection) dan kepatuhan pada aturan system procedure yang harus dipenuhi secara menyeluruh.
Pada perkembangan berikutnya, di tahun 1994 muncul ISO 9001:1994, karena kebutuhan guaranty quality bukan hanya pada aspek final inspection, tetapi lebih jauh ditekankan perlunya proses preventive action untuk menghindari kesalahan pada proses yang menyebabkan ke tidaksesuaian pada produk. Pada ISO 9001:1994 dikenal 3 versi, yaitu 9001 tentang design, 9002 tentang proses produksi, dan 9003 tentang services. Karena dinilai masih perlu adanya revisi, maka lahirlah revisi ISO 9001:2000 yang merupakan penggabungan dari ISO 9001, 9002, dan 9003 versi 1994. ISO 9001:2000 mewajibkan 6  prosedur yang harus terdokumentasi, yaitu prosedur Control of document, Control of record, Control of Non conforming Product, Internal Audit, Corrective Action, dan Preventive Action, yang semuanya bisa dipenuhi oleh organisasi atau lembaga manapun.
Namun kemudian, pada tahun 2008 lahir ISO 9001:2008 sebagai bentuk penyempurnaan atas revisi tahun 2000. Adapun perbedaan antara versi 2000 dengan 2008 secara significant lebih menekankan pada efektivitas proses yang dilaksanakan dalam organisasi atau lembaga tersebut. Jika pada versi 2000 mengatakan harus dilakukan corrective dan preventive action, maka versi 2008 menetapkan bahwa proses corrective dan preventive action yang dilakukan harus secara efektif berdampak positif pada perubahan proses yang terjadi dalam organisasi atau lembaga.
Demikianlah sejarah perkembangan ISO yang mulanya ditujukan bagi dunia industri manufaktur. Namun demikian, dunia pendidikan pun merasa perlu menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 demi tercapainya pelayanan terbaik dengan mengacu pada standar internasional. Kini, lembaga-lembaga pendidikan telah berupaya untuk mencapai dan mendapatkan sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.

Logical:
Wawan Setyawan, Prinsip ISO.  www.infometrik.com


Baca Selengkapnya ....
Cara Buat Email Di Google | Copyright of Lautan Hati Oela.